SHOLAWAT: CINTA SEGITIGA
Alloh - Rosululloh - ManusiaBy: Emha Ainun Nadjib
Belajar Mengilmui Sholawat
Kita membaca shalawat mungkin sendiri di kamar, di perjalanan atau ketika sedang larut dalam pekerjaan. Mungkin pula kita membacanya secara berjamaah di surau-surau atau pada acara-acara tertentu di kampung kita. Umumnya orang tidak hanya membaca sholawat tetapi juga qoshidah, wirid atau dzikir yang kesemuanya merupakan karya para auliya atau pujangga lslam yang telah diwariska secara turun-temurun sejak berabad-abad yang lalu melalui tradisi Maulid Nabi, pepujian di musholla-musholla atau ditempat dan acara lainnya. Qoshidah bisa bermuatan sholawat , dzikir atau wirid atau juga kalimat-kalimat ungkapan cinta kepada Alloh Swt, Nabi Muhammad SAW atau kepada lslam itu sendiri. Adapun wirid atau dzikir adalah kata-kata yang diungkapankan untuk mengingat Alloh, menghayati keagungan-Nya, meminta atau memohon sesuatu kepada-nya. lsinya bisa diambil dari ajaran langsung Alloh Swt atau merupakan kreasi atau ciptaan hamba-hamba-Nya.
Kali ini kita memfokuskan diri untuk membicarakan sholawat secara umum. Tetapi terlebih dahulu kita catat dan tegaskan satu hal mendasar mengenai sholawat sebelum mengembarai sisi-sisi lainnya. Sebagaimana sholat, puasa, zakat, haji dan jenis ibadah lainnya, sholawat itu bukan agama dan bukan tujuan dari apa yang kita lakukan itu sendiri. Sholawat hanya berposisi - seperti sholat, puasa, zakat, dan haji – sebagai alat dan cara untuk mengantarkan kita pada tujuan sejati yakni dekat dengan Alloh serta berdampingan dengan Rosululloh Saw. Meskipun tentu saja sholawat tidak berkedudukan seperti ibadah sholat dan puasa yang mahdhoh dan merupakan rukun lslam. Sholawat merupakan thoriqah atau jalan untuk mengintensifkan dan memperdalam hubungan batin kita dengan, Wtama Alloh Swt dan kedua Rosululloh Saw. Oleh karena itu yang terpenting dan yang menjadi tolok ukur adalah apakah dengan metode-metode sholawat ini kita menjadi makin dekat dengan Alloh dan Rosululloh atau tidak.
Karena tidak ada seseorang yang sungguh-sungguh sanggup dan bisa menilai orang lain maka kita sendirilah yang dalam hati dan batin kita masing-masing harus memacu menggembalakan diri sendiri (ngengon awake dhewe) dan rajin meniti perkembangan mutu hubungan kita dengan Alloh dan Rosululloh. Maka makin banyak kita mengingat Alloh dan Rosululloh dengan dan dalam sholawat makin bermanfaatlah apa yang kita lakukan dengan sholawat-sholawat yang kita baca.
Alloh Pelopor Gerakan Sholawat
Sholawat merupakan ungkapan cinta kepada Rosululloh Saw, yang dipelopori langsung oleh Alloh Swt sendiri kemudian dikembangkan oleh para pecinta Muhammad Saw. Lewat ayat: lnnalloha wa malaikatahu yusholuna alan nabiyyi ya ayyuhal ladzina amanu sholu alihi wa sallimu taslima: Alloh menyuruh kita untuk bersholawat kepada Nabi Mumammad sambil la tegaskan bahwa perintah ini pun la sendiri (bersama malaikat-Nya) yang memelopori perwujudannya. la berbeda dengan perintah-perintah Alloh lainnya. Kalau kepada hambanya la menyuruh bersembahyang. Alloh sendiri tidak perlu bersembahyang. Kalau Alloh memerintahkan hambanya untuk berzakat, Beliau sendiri tentu tidak perlu berzakat. Kalau Alloh meminta kita untuk berpuasa Alloh sendiri tentu tidak terkenai kewajiban berpuasa. Alloh tidak melakukan apa yang diperintahkan Dirinya kepada hamba-hambanya.
Tetapi khusus dalam soal sholawat Alloh berpenampilan agak berbeda. la yang menyerukan, Ia yang mengasih contohnya. Alloh beserta para malaikat-Nya bersholawat kepada Rosululloh Saw. Demikian besar dan agungnya cinta Alloh kepada kekasih-Nya yang bernama Muhammad itu sehingga la sendiri mau bersholawat kepadanya dengan memposisikan diri bukan hanya sebagai yang punya perintah tapi juga sekaligus pelopomya.
Tak hanya itu, kita juga perlu melihat cintanya Alloh kepada Muhammad dari kenyataan bahwa: kalau kita bersembahyang kita mempunyai dua kemungkinan, diterima oleh Alloh atau tidak. Begitu juga kalau kita berpuasa, berzakat atau mengerjakan ibadah yang lainnya. Tetapi kalau kita bersholawat itu pasti diterima oleh Alloh sekaligus pasti sampai kepada Rosululloh. Dari sisi kita - hamba Alloh dan ummat Muhammad - sholawat merupakan ungkapan terima kasih tiada tara kepada Rosululloh Saw yang telah memandu dan memimpin perjalanan kaum Muslimin kepada Alloh Swt. Ungkapan cinta kita kepada Rosululloh itu sekaligus juga merupakan perwujudan cinta kita kepada Alloh. Mustahil kita mencintai Alloh Swt, tanpa mencintai Rosululloh Saw. Sebab RosulullohJah hamba yang paling dicintaioleh Alloh.
Rosululloh Hadir itu Bukan Khayalan
Ketika kita bersholawat kepada Rosululloh Saw maka pada majelis itu Rosululloh hadir. Dan barang siapa yang berada di suatu tempat di mana Rosululloh hadir maka keseluruhan ruang tersebut bebas dari adzab. Orang barangkali tidak mempercayai kalau Rosululloh itu hadir dengan beranggapan beliau sudah wafat. Jasad atau badan-nya sudah pulang menyatu kembali dengan hakikatnya yakni tanah. Akan tetapi ruh atau ruhani Rosululloh tetap hidup dan hadir. Kita tidak bisa memandang Rosululloh dengan kaca mata materialisme bahwa segala sesuatu harus bisa dilihat dengan mata wadag, bahwa semuanya harus bisa dipanca-indrai dan bahwa kalau segalanya tak bisa dipanca-indrai maka sesuatu itu tak ada alias tak maujud, melainkan harus dengan kaca mata ruhaniah. Dengan demikian ketika kita mendengar kalimat bahwa Rosululloh hadir kita tidak lagi menggagapnya sebagai sesuatu yang khayal atau mustahil.
Rosululloh Jauh atau Dekat
Sama cara berfikimya dengan keterangan tentang Rosululloh hadir itu khayal atau tidak, kalau kita membicarakan apakah Rosululloh itu jauh atau dekat maka mata pandang dan ukuran kita bukanlah pandangan geografis dan fisik, melainkan ruhani. Untuk itu kita harus mengacu pada ayat: Laqod jaakum rosulun min anfusikum azizun alaihima anittum kharishun alaikum bil mukminina roufur rokhiim. Sungguh benar-benar telah datang di tengah-tengah kalian seorang Rosul dari kalanganmu sendiri, yang sangat tak tega menyaksikan penderitaan kalian, amat perhatian terhadap kalian, belas-kasih terhadap orang-orang yang percaya.
Segera kita catat dari ayat tersebut bahwa, pertama Rosululloh itu orangnya tidak tegaan. Kalau kita menderita, Rosululloh sangat ikut menderita dan bersedih. Bila kita susah, maka Rosululloh-lah yang pertama-tama turut merasakan kesusahan itu.
Kedua, Rosululloh itu langsung diberi oleh Alloh dua sifat yang diambil dari sifat-Nya yaitu roufur-rokhiim. Kalau umumnya kita memakai sifat Alloh misalnya untuk kepentingan memberikan nama maka kita hanya diizinkan menggunakannya dengan syarat harus diimbuhi dengan misalnya kata Abdul. Misalnya: Abdul Mafik, Abdurrahman, Abdul Aziz dan seterusnya. Tetapi khusus untuk Rosululloh, Alloh memberinya sifat kepada Beliau dengan dua sifat-Nya yakni roufur-rokhiim. Tentu saja Alloh memahkotainya dengan dengan dua sifat tersebut karena memang Rosululloh layak menyandang dua sifat itu. Karena kepribadian Rosululloh sangat mencerminkan mutu sifat itu, lebih lebih dalam hubungannya dengan umatnya. Jadi kedekatan Rosululloh itu sedemikian dalamnya dan sedemikian ruhaniahnya. Begitulah kualitas pribadi dan cinta Rosululloh kepada kita.
Segitiga Cinta
Seraya menegaskan kepada sudara-saudara kita yang barangkali cemas kepada sholawat bahwa pertama, sholawat itu tidak menuhankan Muhammad. Kedua, sholawat itu tidak menganggap Muhammad sebagai anak Tuhan. Kita mempelajari bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah adanya segitiga cinta. Di titik atas ada Alloh, di titik kanan ada Muhammad Saw dan di titik kiri ada kaum Muslimin. Masing-masing titik itu disambungkan oleh garis sedemikian rupa sehingga terbentuk segi tiga. Dan segi tiga itu akan bermuatan cinta, sehingga bisa disebut segitlga cinta. Nah, sekarang kita lihat. Pada garis pertrama, antara Alloh dengan Rosululloh. Alloh sangat mencintai Muhammad Saw dan sebaliknya Muhammad pun sangat mencintai Alloh sehingga beres aliran cintanya. Kemudian pada garis kedua antara Alloh dengan kaum Muslimin, Alloh sangat mencintai kita, tetapi kita kadang ogah-ogahan kepada Alloh. Sehingga Alloh sering mengeluh, "Lho, Engkau ini bagaimana wahai jin dan manusia, Aku yang menciptakan Engkau, tapi Engkau menyembah yang selain aku. Aku yang memberimu rizki tapi kamu berterima kasih kepada yang selain aku."
Lantas garis yang ketiga, antara Muhammad dengan kita. Muhammad sangat mencintai kita. Muhammad melakukan tirakat untuk kita dan agar do'anya tentang kita dikabulkan oleh Alloh, Muhammad menempuh puasa sedemikian rupa supaya Alloh pakewuh kepada Muhammad tertama yang menyangkut nasib kita. Mengapa demikian? Selain Alloh pada pihak pertama, Muhammad juga punya kekasih berikutnya yaitu para sahabat. Yakni mereka yang hidup sejaman dan pernah bertemu dengan Rosululloh semasa hidupnya. Sedangkan yang tidak bemasib seperti sahabat alias yang hidup sesudah Rosululloh wafat itu bemama ummat lslam.
Para sahabat sudah jelas nasibnya. Mereka hidup bersama-sama dengan Rosululloh berjuang dan lara lapa. Rosululloh sangat mencintai mereka dan selalu mendoakan mereka. Lantas bagaimana dengan ummat lslam ini yang hidup setelah ditinggal wafat Rosululloh. Siapa yang mendoakan mereka?
Nah, Rosululloh itu tidak tega untuk meninggal dunia tanpa meninggalkan atau mewariskan mekanisme kabulnya doa atas nasib kita semua. Jadi bagaimana Alloh akan mengabulkan doa kita kalau kita tidak melangsungkan lalu lintas segi tiga cinta itu. Dengan begitu mencintai Muhammad yang misalnya kita ungkapkan lewat sholawat adalah penyikapan yang logis, adil dan sewajamya saja terhadap kasunyatan perhubungan cinta antara Alloh, Muhammad dan
kita. Demikianlah doa kita akan sampai arusnya kepada Alloh kalau melewati Muhammad. Sebab bagaimana mungkin Alloh mengabulkan do'Alloh kita kalau kepada kekasih-Nya kita bersikap acuh tak acuh. Alloh ini sangat pencemburu dan romantis. Alloh menghendaki keindahan pergaulan antara diri-Nya, Kekasih-Nya dan kita.
Sholawat membikin Akal Basah oleh Hati dan Hati Tegak oleh Akal
Untuk menjelas kalimat di atas kita memakai acruan salah satu ayat suci Al-Qufan yang sudah sangat terkenaf yakni La Yamassuhu lllal Muthohharun. Ayat ini lazimnya ditafsir secara fisik bahwa kalau kita sedang batal alias dalam kondisi tak berwudhu maka tidak diperbolehkan untuk menyentuhnya. ltu benar sekali, terutama dari segi fiqih. Tetapi mari kita luaskan makna dan tafsir ayat tersebut misalnya dengan memahaminya begini: Kita tidak akan bisa bersentuhan dengan makna, hikmah, rizqi, barokah dan segala macam kandungan Al-Qur’an jika kita tidak mengusahakan diri kita untuk terlebih dahulu muthohhar atau tersucikan. Tersucikan ilu bahasa lainnya adalah tercerahkan. Dan soal cerah mencerahkan ini Alloh sudah sejak dulu menawari manusia untuk bisa mencerahkan diri. Tercerahkan di bidang apa? Kita lihat dulu secara sederhana struktur jiwa manusia.
Dalam jiwa manusia ada tiga sisi atau unsur terpenting yakni akal, spiritual, dan mental. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa ketercerahan itu meliputi tiga sisi tersebut. Jadi tercerahkan secara akal atau muthahhar aqliyah, tercerahkan secam spiritual atau muthahhar rukhiyyafi dan tercerahkan secara mental atau muthahhar nafsiyyah. Ketiganya akan memproduk ketercerahan akhlak atau muthahhar akhlaqiyyah. Umumnya orang hanya memiliki sebagaian saja dari ketercerahan tersebut. Ada yang tercerahkan secara aqliyyah tetapi tumpul secara spiritual dan mental. Ada yang tercerahkan secara spiritual (mletik hatinya), tetapi gagap secara intelektual alias sempit wawasannya serta tidak kokoh mentalnya. Juga tak ketinggalan ada yang tercerahkan secara mental tapi buta secara intelektual dan spiritual.
Demikianlah kalau kita tidak mengupayakan diri agar utuh ketercerahannya maka kita akan tidak bisa bersentuhan dengan Al-Qur'an. Nah, bersholawat adalah salah satu jalan untuk mengutuhkan ketercerahan itu, agar kaffah. Agar tak cuma sesisi saja. Sholawat membikin akal basah oleh hati dan hati tegak oleh akal. Sholawat Metode mengambil jarak dari Kesibukan Kerja Keras Sehari-hari
Ketika kita suntuk bekerja atau melakukan sejumlah pekerjaan entah yang rutin atau yang tidak, umumnya kita mempunyai kecenderungan untuk capek, jenuh dan yang terpenting barangkali juga potensial mengidapkan pada diri kita keterasingan tertentu terhadap apa yang kita kerjakan. Pada saat seperti ilu yang kita perlukan tak sekedar istiharat dan rekreasi tetapi yang terpokok adalah pengambilan jarak terhadap situasi dan keadaan semacam itu agar kita bisa lebih mengendapkan batin dan pikiran, supaya segar jiwa kita dan siap melanjutkan pekerjaan-pekerjaan berikutnya. Demikian siklus wajar kemanusiaan yang dialami oleh orang. Dalam memenuhi kebutuhan untuk rekreasi dan pengambilan jarak itu orang menempuh banyak hal mulai yang positif sampai yang negatif. Yang positif misalnya orang pergi rekreasi menikmati suasana alam di pantai atau di gunung, plesir ke luar kota dan sebagainya. Yang negatif umpananya orang menenggak minum-minuman keras, atau berjudi. Nah, sholawat hadir sebagai salah satu pilihan yang posffi praktis, berdimensi dunia akherat langsung, dalam memenuhi kebutuhan untuk pengambilan jarak tersebut. Meskipun tentu saja ini hanya satu sisi
belaka dari sekian dimensi sholawat yang sudah ada dan akan diuraikan singkat dalam tulisan ini.
Sholawat? jauh lebih positif seerra medis, moral-sosial, keilmuan dan ukhrawi daripada menenggak narkoba atau bahkan dibanding nonton film sekalipun. Dengan menikmati sholawat-sholawat kita akan memperoleh kenikmatan dan kepuasan batin yang lnsya AIIoh lebih ruhaniah dan sejati. Sholawat merupakan jalan yang lebih selamat dan menyelamatkan ditinjau dari berbagai sisidan sudut.
Sholawat Membuka llmu
Sekarang kita memasuki sisi lain dari sholawat. Selain sebagai jalan untuk mengintensifkan cinta kita kepada Rosululloh, sholawat juga memberi peluang bagi terbukanya pintu-pintu ilmu. Lihatlah misalnya shofawat Nurul Musthofa. Musthofa itu artinya terpilih. Nurul Musthofa itu berarti cahaya yang terpilih. Dan inilah makhluk Alloh yang pertama. Makhluk Alloh Swt yang pertama ini adalah seberkas cahaya yang dinamai Nur Muhammad. Alloh sangat mencintai makhluk pertama ini sedemikian rupa sehingga Alloh mempunyai alasan untuk menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk kita semua. Alloh mengatakan dalam hadist qudsinya, lau laka ya Muhammad ma kholaqtu al aflaka fiika tidak karena engkau Muhammad - maksudnya cahaya tadi- maka aku tidak akan ciptakan apapun yang lain. Kelak cahaya ini akan diwujudkan oleh Alloh secara biologis, sosiologis dan historis menjadi Muhammad Saw. Artinya diwujudkan sosoknya, sepak terjangnya dan sejarah hidupnya. Jadi ada beda antara Muhammad jasmaniah dan Muhammad ruhaniah.
Dari sholawat Nurul Musthofa, selain kita peroleh keindahan dan kenikmatan bercinta dengan Muhammad, kita juga peroleh ilmu pengetahuan. llmu tentang apa? lalah ilmu tentang sejarah penciptaan alam semesta. Yang barang kali ilmu pengetahuan modem sekarang ini belum mencapai dan mengatakannya. Bahwa makhluk pertama yang diciptakan oleh Alloh bukan siapa-siapa melainkan Nur-Muhammad tadi.
Sholawat Membuka Cara Pandang
Sesudah membuka pintu rahasia ilmu, sholawat juga memungkinkan kita untuk memperoleh cara pandang atau yang lazim disebut perspektif. Maksudnya dengan menghikmai sholawat kita bisa menjadikan sholawat sebagai pintu pengantar untuk merenungi segala sesualu yang terjadi dalam hidup kita. Lihatlah misalnya sholawat lnna Fil Jannah.
lnna filjannati nahran min laban, lialiyyin wa khusainin wa khasan : Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang terbuat dari air susu. Yang diperuntukkan bagi Ali, Hasan, dan Husain. Hasan dan Husain itu putra Ali bin Abi Tholib yang terbunuh di peperangan antar ummat lslam. Bahkan Sayyidina Hasan diracun oleh istrinya sendiri atas provokasi Muawwiyah. Sehingga sejelek-jelek nasib kita masih menderita Sayyidina Hasan dan Husain.
Dari sholawat ini tinggal kita cari proyeksinya dalam hidup sehari-hari kita. Artinya sesungguhnya kita mempunyai potensi ke-Hasan-an dan ke-Husain-an sendiri-sendiri di berbagai bidang kehidupan kita masing-masing. Dan kalau kita mengalami kedhoifan, kemustadhafinan, keghoriban (keterasingan) dan kemadhluman sebagaimana yang menimpa diri Sayyidina Ali, Hasan dan Husain maka itu berarti Alloh menjanjikan sungai susu di surga. Sebagaimana dalam kasus Abu Bakar menebus Bilal dari perbudakan Muawwiyah maka dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mbatin dan mendiskusikan sekarang ini siapa Hasan dan Husain-nya? Muawwiyah-nya siapa? Orang ini akan menjadi Hasan dan Husain atau Muawwiyah dan seterusnya. Demikianlah sholawat-sholawat mempunyai relevansi dengan kehidupan kita.
Sholawat: Kenapa harus dengan Musik?
Pembacaan sholawat pada acara-acara tertentu biasanya diiringi dengan (alat) musik. Kenapa memakai musik? Karena musik berhak masuk surga. Seluruh peralatan-peralatan musik itu kita ajak mencintai Rosululloh. kita tidak egois dalam bersholawat. Jadi, prinsipnya sangat sederhana. Bukan soal mencampuradukkan antar seni dan agama. Sebab perlu diketahui begitu agama lahir belum terbedakan, apakah ini seni atau agama. Pada awalnya tak ada beda antara keduanya.
Kata seni baru muncul ketika orang-orang (modem) mencoba menarik dan mengambil jarak dari dirinya sendiri kemudian menatapnya dari kejauhan., lantas mereka mengatakan dan merumuskan dirinya sendiri seraya memunculkan nama-nama untuk memberi tanda bagi bagian-bagian hidupnya. Maka muncullah istllah: ini seni, ini sosial, ini hukum dan lain seterusnya. Dalam keberagaman yang total sudah tak terasa lagi apakah ini agama atau seni. Yang menjadi masalah dan tentunya adalah apakah sesuatu ifu benar atau tidak? Apakah sesuatu itu semakin mendekatkan kita kepada Alloh dan Rosul-Nya atau tidak?
Sholawat: Merintis Perlawanan Terhadap Dajjalisme
Kita tentu pemah mendengar nama Dajjal. Dajjal itu salah satu pekerjaannya adalah membelah dunia dan kehidupan manusia menjadi dua kutub. Dua kutub inilah yang menjadi poros dan titik tolak dari cara pandang dan cara tindak banyak orang. Ada Timur ada Barat. Ada Utara ada Selatan. Ada atas ada bawah. Ada pusat ada pinggiran. Dan seterusnya. Kutub-kutub ini sangat rentan untuk membenihkan bibit-bibit perlawanan antar penghuni kutub, membenihkan bibit-bibit kerusakan di antara mereka. Dajial adalah pelaku utama yang memberikan dan menentukan apa muatan yang mustidikandung bibit-bibit itu. Pengkutuban ini berlaku di berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, politik, dan seni. Dalam kesenian misalnya pengkutuban tersebut bisa terlihat dari adanya mekanisme produsen konsumen, pedagang-pembeli, penonton-yang ditonton.
Dalam acara-acara sholawat kita mencoba untuk tidak memakai cara berpikir seperti pertunjukkan dengan menghancurkan batas antara keduanya. Tak ada penonton, tak ada pementasa. Yang ada adalah kebersamaan, saling mensubyeki acara sholawat. Artinya, kita semua adalah satu himpunan, satu keluarga. Tidak sebagaimana dahm pertunjukkan modem itu. ftulah beda antara acara sholawatan (yang bersama-bersama) dengan dunia seni modem.
Sholawat: Fungsi Secara Biologis dan Medis
Orang lain boleh percaya atau tidak tentang satu hal ini. Bahwa sholawat itu mempunyai fungsi biologis dan medis. Dengan membaca dan menikmati sholawat, kita apalagi dengan berjamaah, kita akan memperoleh regangan-regangan otot dan pencerahan-pencerahan urat syaraf serta pembersihan sel-sel otak. Kita mencoba merasakan dan membuktikan hal itu. Sama dengan kalau kita bersujud. Kita meletakkan kening kita di tanah. Debu-debu tanah yang menyentuh dan mengenai bathuk kita itu akan membersihkan kotoran-kotoran elektronik di dalam otak kita. Sehingga semakin rajin kita bersujud akan semakin jemih pikiran dan otak kita. Kecuali jika kita merusaknya lagi. Di sini letak pentingnya ilmu. Banyak orang bersembayang tetapi tetap saja rusak dan tidak menghasilkan munculan-munculan yang bermanfaat di masyarakat. Apa pasalnya? Soalnya mereka bersembahyang tanpa dilandasi dan dilengkapi dengan ilmu - dalam pengertian yang lebih luas dari fiqih. Mereka hanya menjafani dan mengalami rahmat sholat tapi tidak mengilmui-nya sehingga yang lahir bukannya barokah melainkan ketidakmanfaatan dan ketidakkaffahan dalam menempuh hidup. Itulah sebabnya di samping melakukan dan menikmati (rahmat) sholawat, kita juga mengembarai cakrawala ilmu sholawat yang amat luas, mulai dari yang sederhana sampai yang menyangkut hal-hal medis dari sholawat yang orang lain belum tentu menyetujuinya, agar bukannya hanya rahmat yang kita punya tapi juga barokah - sebagaimana tulisan inidiniatkan dan tujukan.
sumber: Ega Julaeha pada kompasiana.com
0 comments:
Post a Comment