Thursday, October 18, 2012

0 LUASAN ARTI MAIYAH

Perluasan Arti Maiyah 


Arti Maiyah dapat diperluas menjadi maiyah putih, Maiyah Bunyi, Maiyah Kata, Maiyah Sosial Maiyah Bahasa, Maiyah Lingkaran. Untuk lebih detailnya akan dibahas satu per satu dibawah ini.


Maiyah Putih
       Warga Kiai Kanjeng Sepuh berkeliling ke mana-mana, ke rumah-rumah masyarakat, ke alun-alun, lapangan masjid atau kelurahan, gedung olah raga, jalan raya, trotoar atau dimana pun saja: melakukan ma'iyahan- Bercelana putih, berbaju putih, bertutup kepala putih. Belum tentu karena mereka orang"alim (istilah ini sungguh menggelikan), religius, rajin shalat, suntukwiridan. Pakaian putih-putih itu bukan kostum pentas, dan sama sekali tidak diperuntukkan bagi siapa pun yang melihatnya. Pakaian putih itu mereka peruntukkan bagi diri mereka sendiri. Mereka itu orang-orang yang mengerti bahwa hidup mereka masih kotor, masih banyak dosa dan maksiat, kepada manusia maupun maksiat kepada Alloh. Maka mereka memerlukan dorongan dan rangsangan untuk melaukan proses pembersihan diri "reresik'. Maka putih-putih itu mereka tujukan kepada suasana hati dan konsentrasi pikiran mereka sendiri, agar kalau bisa jangan menerus-neruskan yang kotor-kotor, yang belum tentu baik dan benar, yang tidak sejati dan tidak abadi.
Jadi benar-benar pakaian putih itu bukan show costume bagi para penonton atau siapapun, melainkan untuk dirinya sendiri. Kalau pun kepada Tuhan mereka persembahkan putih-putih itu, bukan untuk melaporkan kesucian, melainkan justru untuk mengakui kehitaman.

Maiyah Bunyi
       Mereka membara alat-alat musik dan bernyanyi-nyanyi, terkadang berteriak-teriak, disaat lain menggeremang atau bahkan memekik. Apa gerangan yang mereka bunyikan? Nyanyian-nyanyian bersama kepada Allah swt. Tidak kita sebut untuk Allah swt. Sebab kalau bernyanyi kepada Allah swt, bisa kita lakukan dimana saja tanpa harus menghadap Allah swt, asal nyanyiannya kita peruntukkan bagi Allah swt. Kata kepada dipilih untuk menggambarkan dinamika proses, suluk -menempuh perjalanan rohaniah - menuju atau kepada Allah swt. Jadi tatkala mereka memekik-mekik, sesungguhnya hati mereka berlari sekencang-kencangnya ke keharibaan Allah swt - tentu dengan rasa malu yang sangat atas banyak dosa- dosa.
Kenapa shalawatan, wiridan, berdzikir, mengaku dosa kok pakai musik? Karena manusia itu khalifaftullooh, mandataris yang ditunjuk oleh Allah swt untuk mengurus dirinya sendiri dan alam semesta. Khalifah itu pengelola, manager, direktur kehidupan, eksekutif badan pelaksana.
Para khalifah alias direktur-direktur ini menentukan apakah saron dibunyikan untuk mengiringi tayuban atau memperindah pemyataan cinta kepada Allah swt. Mereka yang mengambil keputusan apakah biola digesek, keyboard dipencet, seruling ditiup, perkusi ditabuh, terbang ditampar - untuk memeriahkan tarian atau lagu-lagu yang tidak terjamin keamanannya di depan pandangan nilai Allah swt, ataukah dipakai untuk memperasyik lagu pujian-pujian atas
keagungan Allah swt. Tentu saja, asalkan jangan lantas orang adzan diiringi biola, orang sholat ditabuhi pakai gendang, orang thawaf diiringi genderang massal.

Maiyah bukan ibadah mahdloh. la hanya kegiatan budaya yang menggali inspirasi dari Agama. la hanya mereligiuskan pelaku budaya. la hanya aktivitas sosial budaya yang tidak merelakan dirinya kalau hanya diperuntukkan buat yang bukan Allah. Karena Sabbaha lillahi maa fis samaawaati wa maa fil ard, seluruh makhluk yang dilangit dan di bumi ini bertasbih kepada Allah swt. Dan para khalifah Kiai Kanjeng Sepuh tahu, bahwa yang bertasbih kepada Allah itu bukan Jin dan Manusia, tapi juga benda-benda, saron, biola, seruling, terbang, bahkan capung, rumput, daun-daun kering. Bukankah Allah tidak menggunakan kata man fis samaawaati, nelainkan maa fis samaawaati.

Maiyah Kata
       "lnna ma'ya Robbi", tutur Musa, Nabi alaihissalaam, untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. Muhammad Rasululaah saw, juga menggunakan kata sama - di gua Tsur, tatkala dikejar-kejar oleh pasukan musuh -untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar, sahabat beliau, Sayyid kita Rodlialloohu 'anhu : "La takhof wa la tahzan, innalloha ma'anaa". Jangan takut jangan sedih, Allah ada menyertai kita.
Jadi, asal usulnya dan ma'a. artinya, dengan, bersama, beserta. Ma'iyyatullaah, kebersamaan dengan Allah. Ma'iyyyah itu kebersamaan, Ma'anaa bersama klh. Ma'iya, bersamaku. Lantas kata-kata dan bunyi Arab itu 'kesandung' oleh lidah etnik kita menjadi Maiya, atau Maiyah, atau Maiyahan. Mengenai lbu Bapakmu, hal anak cucu para keponakan dan sanak famili, tentu kau ucapkan lnnahum ma'tya, sesungguhnya (mereka) bersamaku. Bersamaku artinya bukan ke mana-mana ubyang-ubyung bareng, makan bareng, mandi bareng. Maknanya substansial, haqiqiyyah. Kalau engkau bersamaku berarti engkau adalah bagian dari hatiku.
Engkau adalah salah satu semt-serat dari struktur perasaanku. Kalau engkau riang, aku gembira. Kalau engkau berduka, aku menderita. Kalau engkau disakiti, aku mengaduh. Kalau engkau disengsarakan, aku menangis. Kalau engkau ditimpa masalah, itu juga masalahku. Kalau engkau memerlukan, aku mengupayakan pemenuhan. Kalau engkau membutuhkan, aku mengusahakan keberesan. Engkau dan aku sayang menyangi, kasih mengasihi, tolong menolong, bela membela satu sama lain.

Maiyah Sosial
       Kepada teman-teman, kepada para tetangga, kepada sesama ummat, masyarakat, warga negara, sesama manusia, apapun saja sukunya, bangsanya, golongannya, kelompoknya, organisasinya, kepercayaan dan pendapatnya – tidak layakkah, atau bahkan tidak seyogyanyakah, atau siapa tahu tldak haruskah - engkau dan aku ucapkan dan ikrarkan juga: : Innahum ma'iya, sesungguhnya mereka semua ada bersamaku, dan sesungguhnya aku ada bersama mereka?

Kiai Kanjeng Sepuh berkeliling ke mana-mana, menembus berbagai sisi, segmen, lapisan, golongan, wilayah, daerah, dan jenis sosiologis masyarakat untuk menumbuhkan pertanyaan dan kesadaran inna ma'iya semacam itu.

Adakah dengan tetanggamu, masyarakat dan bangsamu, engkau tidak bersedia tolong menolong, melainkan mengancam? Tidak bersedia saling setia, melainkan saling khianat? Tidak mau saling membela, melainkan saling menghancurkan? Tidak siap saling ikhlas melainkan saling tidak rela? Tidak saling mengharapkan kebahagiaan bagi yang lain, melainkan diam-diam mensyukuri penderitaan mereka?

Maiyah Bahasa
       Bahasa kenegaraan Maiyah itu nasionalisme. Bahasa mondialnya universalisme. Bahasa peradabannya pluralisme. Bahasa kebudayaannya heterogenisme, atau kemajemukan yang direlakan, dipahami dan dikelola. Metode atau manegemen pengelolaan itu namanya demokrasi.

Bahasa ekonomi Maiyah adalah tidak adanya kesenjangan penghidupan antara satu orang atau suatu kelompok dengan lainnya. Tapi ini terlalu ideal dan utopis: jadi mungkin lebih realistis kita pakai ungkapan Maiyah adalah proses dinamis menyempitnya atau mengecilnya jarak atau kesenjangan penghidupan di antara manusia. Diproses secara sistemik-kolektif jangan sampai ada yang terlalu kaya sementara lainnya terlalu fakir. Kadar maiyah semakin tinggi dan kualitatif berbanding lurus dengan semakin mengecilnya kesenjangan itu. Di dalam teori Maiyah nasionalisme, selalu ditemukan adanya banyak pihak, ada banyak wajah, ada banyak wama, ada banyak kecenderungan dan pilihan. Masing-masing pilihan itu menggunakan wamanya sendiri-sendiri, wajahnya sendiri-sendi dan kecenderungan sendiri-sendiri. Setiap mereka menghidupi dan menampilkan dirinya masing-masing. Sehingga pada semuanya tampak sebagai bhinneka. Berbagai perbedaan itu tidak membuat mereka berperang satu sama lain, karena diikat dan prinsip ke-ika-an, yakni komitmen kolektif untuk saling menyelamatkan dan menyejahterakan. Demikianlah berita gembira berdirinya Republik lndonesia dulu. Sikap Maiyah di antara berbagai pilihan itu adalah kesepakatan untuk saling menyetorkan kebaikan dan kemashlahatan untuk semua.

Di era sejarah orde baru, berlangsung policy politik nasional atau strategi kebudayaan di mana  para 'masing-masing' itu dilarang rnenunjukkan kemasing-masingannya. Maksudnya baik, orang jangan menonjolkan siapa dirinya, bagaimana wajahnya dan apa wamanya. Semua dipersatukan, diseragamkan, identitas masing-masing disembunyikan semaksimal mungkin. Ode baru berprinsip Tunggal Ika.

Maiyah adalah Bhinneka Tungga lka. Yang Batak ngomonglah dengan logat Batak. Yang Bugis ya dialek Bugis. Yang Madura ya cengkok Madura. Tak ada perlunya ditutup tutupi, sepanjang ada kesepakatan untuk saling melindungi, saling menyayangi dan memproses tujuan kebahagian bersama.

Yang Budha, berpakaianlah Budha. Yang Katholik, Katholiklah. Yang lslam lslamlah. Omswastiatu tak usah diganti Padamu Negeri. Haleluya tak usah diganti Tanah Tumpah Darahku. Shalaatullaah salaamullaah tak usah diganti lbu Kita Kartini- Heterogenitas itu cukup dijaga oleh satu prinsip: saling memperuntukkan dirinya bagi kebersamaan. ltulah Maiyah.


Maiyah Lingkaran
       Dulu Kiai Kanjeng pentas dan diletakkan di panggung. Mereka ditonton oleh penonton. Kiai Kanjeng Sepuh yang bermaiyah tidak berada di panggung dan tidak ditonton oleh siapa-siapa.
Mereka melingkar, sehingga terserah orang lain akan bergabung menciptakan lapisan-lapisan lingkaran berikutnya atau tidak. Kiai Kanjeng Sepuh tidak mempertunjukkan musik dan suaranya kepada penonton. Mereka hanya bemyanyi, bersholawat, benrwirid, membaca puisi, atau apapun, tetapi yang ada di hadapan mata kesadaran mereka adalah Alloh Swt. Maka pada kebanyakan momentum selama ber-maiyah, tak seorangpun di antara mereka yang tidak memejamkan mata. Karena mata wadag hanya sanggup melaporkan penglihatan tentang hal-hal yang sepele: materi, benda-benda, gedunng-gedung, lembaran-lembaran uang, kecantikan wanita dan kegantengan lelaki, menara pencakar langit. Dan itu semua bersifat sementara dan sangat gambar hancur.

Kiai Kanjeng Sepuh serak-serak suaranya untuk Alloh . habis bunyinya untuk mencintai-Nya. Bemyanyi, membunyikan alat musik, berkeringat, untuk memelihara hubungan dengan Alloh. Karena Alloh sebagai pengasuh, penyantun, tempat bergantung - tidak bisa diperbandingkan dengan polisi, tentara, menteri ekuin, presiden, pemerintahan, konglomerat, distribusi modal atau apapun saja yang dituhankan oleh sangat banyak orang.

Alloh swt berjanji kepada kekasih-Nya untuk menjalankan empat fungsi, asalkan oleh para kekasih-Nya dibeli dengan taqwa dan tawakkal. Peran pertama, Alloh swt sebagai pemberi jalan keluar, solusi atas masalah apa saja: coba sebutkan satu masalah yang Alloh tidak sanggup menyelesaikan!

Peran kedua Alloh sebagai penabur rizqi melalui jalan, cara, metoda dan modus yang semau-mau Dia. Sehingga para kekasih-Nya tidak bisa menduga atiau memperhitungkannya. Para kekasih Alloh swt tinggal terima jadi, terima matang - anugerah rejeki yang mereka beli dengan *mata uang" taqwa dan tawakkal. Ah, apa sih taqwa? Angen-angen Alloh kapan saja. Menjadkan Alloh sebagai tuan rumah batin kita. Tawakkal adalah taqwa yang diperdalam, ditancapkan, dihujamkan terus menerus.

Peran ketiga Alloh swt sebagai manager dan akuntan. Kalau berasmu menipis, jangan memfitnah dengan mengganggap Alloh swt bersikap acuh tak acuh atas keadaan dapurmu itu. la managermu, ia atur nafkahmu, ia jamin penghidupan keluargamu. Engkau cukup menyetor taqwa dan tawakkal.

Peran keempat Alloh swt adalah menjadi humasmu, public relation-mu. Keperluanmu atas seseorang atau suatu pihak, kebutuhanmu terhadap akses ini atau itu, disampaikan oleh Alloh kepada yang bersangkutan. Engkau cukup memberi "honor” taqwa dan tawakkal.



Maiyah, Luasan Arti Maiyah , dan pembahasan tentang maiyah Maiyah diposting oleh Horiq Sobarqah 24 Oktober 2012. ( 5.0 )

Artikel terkait : JOGJA BELAJAR

0 comments:

Post a Comment

 

MAIYAH MOCOPAT SYAFAAT Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates