Saturday, December 7, 2013

0 Maiyah - Belajar Takeran Rahmatan Lil ‘Alamin

Maiyah - Belajar Takeran Rahmatan lil ‘Alamin

Tema Maiyah Bangbang Wetan 31 Oktober 2012
========================================================================
Maiyah, Belajar Takeran Rahmatan lil ‘Alamin di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 4 Desember 2013. ( 5.0 )




Maiyah Bangbang Wetan

Maiyah - Belajar Takeran Rahmatan Lil ‘Alamin“Kamu pikir Allah hanya membuat kehidupan yang begini saja, ada beribu-ribu lapis dimensi kehidupan dengan teater dan skema keaktoran yang bermacam-macam yang kamu tidak mengerti takarannya. Maka bekal orang hidup adalah rendah hati bahwa sangat banyak yang tidak kamu ketahui dibanding yang kamu tahu”–Emha Ainun Najib-

Forum ­­­Bangbang Wetan dengan tema “Takeran” ini dibuka Mas Amin sebagai moderator dengan memanggil teman-teman pengurus BangbangWetan, diantaranya Mas Agung Trilaksono, Mas Hari Widodo, Mas Rachman, untuk memberi review pengajian Padhang mBulan yang berlangsung malam sebelumnya. Dilanjutkan dengan memaparkan pengantar mengenai tema yang diangkat BangbangWetan malam ini, yaitu "Takeran". Menurut Mas Hari, “takeran” disini berasal dari kata "menakar". Dia mencontohkan akhir-akhir ini banyak kejadian seperti kerusuhan Lampung, kasus Syiah di Sampang, dan lain-lain itu dikarenakan kurang tepatnya kita menakar persoalan.

Sesuai tema tadi,Mas Rachmad, sebagai moderator sesi diskusi selanjutnya, melanjutkan forum ini dengan memanggil Mas Waldo, salah satu sahabat Cak Nun dari Bali yang berpenampilan penuh tato dan tindik, seluruh badannya dipenuhi gelang, anting, dan asesoris lain sehingga terkesan seperti kepala suku Indian, dengan rambut gimbalnya. Mas Rachmad mengajak semua jamaah untuk tidak hanya melihat Waldo dari sisi fisik saja. Bagi pola pikir mainstream, tentu ini adalah hal yang aneh. Bahkan mungkin tidak bisa disangkal bagi banyak orang, bisa dikatakan“haram” dengan mas Waldo berpenampilans seperti ini. Mas Rachmad mengajak kita, dengan bermaiyah, kita berusaha meniati apa saja untuk menimba ilmu darimanapun dan kita buktikan mas Weldo malam ini membalik anggapan bahwa takaran kita terhadap manusia terhormat biasanya mereka yang memakai Jas, berpakaian rapi, takaran manusia ahli surga adalah mereka yang selalu mengenakan surban, celana cingkrang, atau mereka yang mempunyai stempel hitam di dahinya.
Mas Waldo mengawali dengan, "Assalamualaikum..yang kemudian mengajak Jamaah Maiyah untuk berpikir, “Coba pikirkan jika hidup tanpa nilai, biarkan ukuran nilai apa adanya. Kita pun sudah berlaku musyrik dalam hal bergaul, sebab kita bergaul dengan kepentingan. Shalat kita pun juga karena kepentingan. Berhala bukan musyrik. Musyrik itu perkara penilaian dan perbandingan. Manusia menjadi menderita karena terombang-ambing dengan kepentingan, sehingga nilai sesungguhnya telah hilang atau mati”, ujarnya.

Mas Waldo menguraikan bahwa kita semua kalau dilihat dari luar yang kelihatan hanya tubuh saja, padahal menurut mas Waldo, tubuh ini adalah sebuah kerajaan, yang tentu saja mempunyai Raja yang berkuasa. “Siapa raja penguasa yang berkuasa pada kerajaan kita, nafsumu atau ruhmu?”, tanya mas Waldo. “Anda tidur saya bangun, sedangkan anda bangunnya dalam mimpi, sehingga anda tidak bisa melihat saya bangun, tapi saya bisa melihat anda sedang tidur. Dan saya tidak bisa membangunkan anda tidur, apalagi kalau tidurnya itu sedang mimpi enak, kecuali kalau anda sudah mulai mimpi jelek, begitu anda sedang mimpi jelek, baru anda butuh seorang pembangun, seorang penggugah”.

Mas Waldo melanjutkan dengan pendapatnya mengenai perbedaan antara guru dan nabi. Tugas guru menurutnya adalah membangunkan orang-orang yang sudah seringkali mimpi buruk dalam hidupnya, bukan membangunkan orang yang sedang tidur nyenyak atau mimpi enak. Sedangkan tugas nabi adalah memasuki  kedalam mimpi orang-orang dan berkata “wahai manusia, kita semua masih dalam mimpi yang sementara, apapaun yang kamu dapatkan dalam mimpi akan sia-sia, sebab kebenaran hanya akan bisa kamu dapatkan kalau kamu sudah bangun. Dan bangun itulah akhirat, bangun itulah kenyataan yang sebenarnya”, jelas mas Waldo. Nah dari sini monggo kita periksa diri kita masing-masing apakah kita sudah bangun atau masih di dalam mimpi.

Menanggapi seorang yang bertanya mengenai ciuman tanpa kepentingan, mas Waldo merespon, kalau kita sedang berhadapan dengan telur, maka jangan lantas bayangkan ayam. “Kalau kita ingin menikmati apa saja, jauhkan dari nafsu, kepentingan itu wujud dari segala nafsu, orang yang hidup dalam nafsu tidak akan pernah bersyukur, dan tidak akan pernah bisa menikmati hidup apa adanya, kalau Anda belum paham ini mungkin masih perlu belajar 10 atau 100 tahun lagi. Untuk belajar kadang dibutuhkan cukup 2 menit saja, kadang 100 tahun pun belum tentu bisa, itu tergantung kita picek atau melek”, terang Mas Waldo.

Waktu Jeda, Mas Rachmad meminta mas Waldo untuk unjuk kebolehan vokalnya dengan berkolaborasi dengan group musikBananaTree, kali ini Mas Waldo melantunkan lagu Metallica yang berjudul Nothing Else Matter.

Pak Toto Rahardjo, salah satu narasumber Bangbangwetan malam ini memulai uraiannya, bahwa kita hidup dalam berbagai peradaban diantaranya peradaban hati, peradaban pikiran, peradaban perut, dan yang menguasai pertimbangan kita itu apa? Menurut pak Toto, problem kita sejak kecil sebenarnya, yang menjadi pertimbangan adalah materi, keserakahan ketidakpuasan, itulah kenapa banyak koruptor yang menawarkan diri menjadi pemimpin. Maiyah mecoba untuk melakukan pembelajaran yang lebih mendalam, tidak sekedar merespon situasi yang ada sekarang, karena kita tahu situasi yang terjadi sekarang adalah akibat dari penguasaan materi, semua dimaterikan, bahkan naik haji yang seharusnya bisa transendental pun malah jadi materi, bahkan Gusti Allah dijadikan materi. Pak Toto mengingatkan, dulu beliau pernah berkata bahwa orang maiyah wajib melakukan tafsir. Selama ini begitu kita mendengar tafsir, selalu kaitannya dengan Qur’an dan Hadist. Malam ini pak Toto mencabut pernyataan tersebut, karena menurut beliau, tafsir itu memilki tradisi, memiliki metode yang memang panjang. Jadi maiyah itu bukan tafsir, kecuali tafsir sehari-hari, sedangkan kalau untuk al-Qur’an dan hadist itu kita wajibnya adalah tadabbur, mengkaji dan merefleksikan. “Tafsir itu akan terkait dengan bahasa, ada metode yang harus dipertanggung jawabkan, dan  mulai saat ini saya cabut pernyataan itu”, jelas Pak Toto yang sebelumnya juga mengakui telah melakukan diskusi menganai hal ini dengan Ustad Nursamad Kamba dan Cak Fuad.

Pak Toto melanjutkan, “Bahwa Cak Nun pernah menjelaskan mengenaiilmu katon, itu sebetulnya tingkatnya pada tataran materi, dan inilah yang mempengaruhi peradaban pikir kita, bahkan peradaban batin pun dipengaruhi oleh material. Maka ukuran-ukurannya pun materi, misal berbuat baik bisa hanya karena pertimbangan materi. Dalam keseharian kita sangat dipengaruhi oleh takeran materi. Untuk menjadi pemimpin harus punya duit, filosofi tidak penting, visi tidak penting. Karena kita meletakkan diri sebagai majelis ilmu maka apa yang dikatakan mas Waldo malam ini, pasti kita akan ambil sebagai pendalaman ilmu malam ini, misal tadi bilang siapa yang menguasai kerajaan tubuh kita, materi atau ruh kita? Ini adalah bahasa tingkat tinggi yang perlu kita dalami maknanya”, ungkap Pak Toto.

Cak Priyo Aljabar menceritakan pengalamannya bertemu dengan berbagai komunitas atau simpul Maiyah di berbagai daerah. Cak Priyo menceritakan bahwa komunitas Maiyah yang ditemuinya bermacam-macam, diantaranya Komunitas yang mendalami kesenian sastra dan musik, ada juga simpul Maiyah yang menekuni urusan“bedah langit” dengan wirid dan istighosah,yakni Komunitas Tunggal Karep Tuban, simpul Maiyah di lereng gunung Penanggungan, dan sebagainya. Dengan bermacam-macam karakter yang ada, Cak Priyo berpesan, “Ojok ngadili gae ukuranmu, sesama siswa dilarang mengisi raport teman, Waldo punya karakter seperti itu dengan berbagai caranya, ya itu Maiyah, melingkar tidak ada yang di atas, tidak ada yang di bawah, tidak ada yang di depan belakang, rukun, semuanya sama. Kebersamaan ini yang sebetulnya ingin kita wujudkan” tegas Cak Priyo.
Selanjutnya Cak Priyo meminta group musik BananaTree untuk melantunkan lagu Bon Jovi terbaru yang berjudul Sewu Kutho, dengan aransemen bossanova disambut applaus Jamaah.

Tiba saatnya Cak Nun menyampaikan uraiannya dengan mengajak kita semua untuk mulai menakar apa saja yang kita peroleh dari diskusi malam ini. Cak Nun mulai menjelaskan mengenai kata Ngaji. Ngaji itu berasal dari kata aji, kemudian melahirkan 2 kata benda. yang satu “me-ngaji” yang kedua “men-kaji”. Kalau “meng-kaji” itu berarti dipersepsikan, ditaker, dianalisis, dihitung, dilakukan hipotesis, kemudian diambil kesimpulan. Sementara “me-Ngaji” tidak mengutamakan proses kognitif, proses deskriptif, perumusan, sistematika berpikir seperti halnya “meng-kaji”. “Meng-aji” itu fokus pada apa saja yang bisa meninggikan aji kita. Aji itu berasal dari kata Jawa, sedangkan kalau dalam bahasa Arab, bentuk dari kata Aji  ini di bagi dua, yaitu derajat dan martabat. Derajat adalah “ajine wong urip nang ngarepe wong sing gae urip”, sedangkan Martabat adalah “Ajine wong urip di antara sesamanya".

Berbeda dengan pendapat Mas Waldo tadi, menurut Cak Nun orang hidup itu  harus  punya kepentingan. Kepentingan itu berasal dari kata 'penting', itu wajib. Jadi pertama, harus bisa dibedakan, dalam hidup ini yang penting mana yang tidak penting mana. Yang kedua, penting untuk siapa, lebih baik mana pentingmu sendiri atau pentingnya orang banyak. Yang mana yang dinomorsatukan. Kita balik ke wacana Maiyah kita dulu, bahwa bener itu ada 3 macam, benernya sendiri, benernya orang banyak, benernya yang sejati. Benernya sendiri melahirkan egosentrsime, melahirkan egoisme kalau sudah berada dalam struktur kekuasaan akan melahirkan monopoli, melahirkan nepotisme, korupsi, melahirkan “tahlilan di pesantren maupun di tempat kiai”. Cak Nun menjelaskan Idiom “Tahlilan”, “Pesantren” “Kiai” sekarang dipakai oleh koruptor untuk mengaburkan istilah yang sebenarnya. Para koruptor sudah menggunakan ideom yang lebih Islami. Kata “Tahlilan” yang dimaksud adalah meeting atau pertemuan, “pesantren” adalah dinas atau kementrian yang mengeluarkan proyek  untuk dikorup, sementara “Kiai” adalah istilah untuk menyebut anggota DPR atau pejabat tertentu. Dengan cara seperti ini maka semakin mencairkan dan mengaburkan takeran  komunikasi, sehingga ketika kata “Tahlilan” ini disadap oleh KPK misalnya, maka itu tidak akan menjadi fakta hukum.


Jowo Digowo, Arab Digarap, Barat Diruwat.

Cak Nun menguraikan bahwa ada takeran bahasa sastra, takeran bahasa hukum, bahasa budaya, bahasa diplomasi, yang bermacam-macam takerannya. Apa yang dikatakan mas Waldo tadi sebenarnya adalah takeran pencarian diri yang sifatnya sufistik, maka jangan dipahami secara akademis. Ada takeran yang sangat baik untuk kita pelajari yang didapatkan dari Maiyahan Merapi beberapa waktu yang lalu, yakni Jowo Digowo, Arab Digarap, Barat Diruwat. ini tinggal dielaborasi secara ilmu. Kita lihat saja kebanyakan kita menjadi orang Indonesia yang tidak pernah membawa Jawa-mu (Jawa bukan dalam pengertian suku, Red), disentron dijadikan ejekan, cenderung meninggalkan kearifan yang baik dari Jawa.

Cak Nun melanjutkan uraiannya dengan bertanya pada Jamaah, “Kamu tahu Abu Jahal?”  Dia adalah paman sekaligus musuh Nabi. Kira-kira Dia itu menamakan dirinya sendiri seperti itu, apa orang Islam yang menyebut dirinya Abu jahal? Sekarang kalau aku menyebut diriku Abu Jahal itu baik apa tidak? Kalau aku memilih untuk merasa diriku buruk, itu apik ta elek? Kalau dalam bahasa jawa itu iso rumongso. Terus kalau aku ngarani awakku dewe koyok nabi, aku iku alim, sholeh, itu baik atau tidak? Jadi lebih baik mana, orang yang menyebut dirinya baik atau yang menyebut dirinya buruk?”, tanya Cak Nun, yang serentak dijawab jamaah dengan pilihan kedua. Nabi-nabi atau Rasul menyebut dirinya baik atau jelek? Semua Nabi menyebut dirinya dhalim, menyebut dirinya fakir. Nabi Muhammad hanya menyebut jabatan resmi dari Allah yakni sebagai utusan Allah, dan yang menyebut Nabi Muhammad itu nabi atau  rasul itu tidak lain adalah Allah sendiri, tidak mungkin Nabi menyebut dirinya sebagai nabi.

Mas Weldo pernah menyampaikan kepada Cak Nun di acara Maiyahan Bali, bahwa dengan ia berpakaian dan berpenampilan seperti ini maka tidak ada seorang pun yang berpikir bahwa ia punya kebaikan. “Kalau anda berpenampilan necis, memakai gamis, orang pasti akan berfikir bahwa ia orang alim, orang baik, tidak mungkin menipu, tidak mungkin manipulasi. Dan kalau ternyata orang yang berpakain sorban dan gamis yang indah itu ternyata bukan seperi disangka bahwa dia itu orang baik, maka yang terjadi adalah penipuan. Kalau aku menyebut diriku habib, sehingga orang menyangka sebagai keturunan Rasulullah itu kan merepotkan banyak orang, sehingga nanti akan banyak orang yang sibuk mencari, browsing di internet melacak silsilah saya, itu kan bikin repot. Makanya disini gak usah merepotkan, tinggal panggil Cak Nun saja sudah cukup, itu saja , tidak usah repot-repot dan itu tidak akan mengandung penipuan, kalau hanya panggilan Cak, itu kan sekedar keakraban biasa”, jelas Cak Nun disambut tepuk tangan jamaah.

“Makanya begitu sekarang ada yang menyebut saya lebih bahaya dari syiah, saya sangat berterima kasih. Orang yang menjahati kita adalah orang yang berjasa untuk mengambil kearifan diri kita untuk kita terapkan kepada orang yang menjahati kita itu. Jadi gak apa-apa, di Islam itu semua tidak ada masalah”, sambung Cak Nun. Bahkan Cak nun berharap, sekalian saja dianggap lebih berbahaya dari Iblis, karena sebenarnya Casting-nya Iblis sudah jelas dalam teater-nya Allah, tugasnya sudah jelas, dan kita tidak masalah dengan Iblis karena kita sudah punya takeran, Iblis juga punya takeran. Cak Nun menjelaskan bahwa rumusnya Iblis itu jelas, semua akan dirasuki, semua akan dimasuki ke dalam aliran darahnya kecuali orang yang ikhlas seperti Kanjeng Nabi.
Lebih dalam Cak Nun mengeksplorasi mas Waldo dengan menyebutnya sebagai monumen keyakinan. Mas Waldo membuktikan bahwa ia berani menanggung resiko yang sangat-sangat besar. Kita tidak tahu sholatnya bagaimana, jangan merasa menjadi petugas-nya Allah dengan menilai negatif terhadap penampilan mas Weldo. ”Sing nduwe iki sopo? Allah. Terus takeranmu dengan takeran Gusti Allah itu lebih tepat mana? Mau saingan sama Allah? padahal Allah itu punya takeran yang al-Lathief, sangat lembut. Kita kan materi yang kita lihat”

Tadi mas Waldo mengatakan, akherat itu kalau kita sudah bangun, Nabi itu tujuannya masuk dalam mimpinya orang. Dengan pernyataan tersebut Cak Nun berpesan bahwa itu jangan ditangkap sebagai nash, informasi resmi agama. Kalau dia mengatakan Nabi bertugas memasuki mimpi manusia, itu adalah bahasa rohani dan puisi dia, pahami bahasa puisi dan bahasa sastra. “Jamaah Maiyah itu sering bertemu saya melalui mimpi, hampir tiap hari mendaftar mimpi ketemu dengan disuruh begini, disuruh begitu, kalau kita terapkan pernyataan mas Weldo tadi berarti saya ini kan seorang Nabi?”, kata Cak Nun disambut tawa jamaah.

“Orang kok berhenti dan dipaku pada meteri, kamu pikir kalau orang sudah ruku’ sujud itu sudah dikatakan sembahyang? Kalau cuma pura-pura bagaimana? bagaimana caranya kamu bisa tahu dia itu sembahyang atau hanya pura-pura saja? Bisakah kamu menembus hatinya? Mengerti kamu niatnya? Lah kamu kok percaya kalau dia sembahyang atau tidak. Jadi letak takeran utama orang sholat itu bukan pada materi, meskipun tanda-tanda pengabdian kepada Allah antara lain melalaui fasilitas materi, tapi materi itu sendiri tidak bisa menjadi takeran”

Suatu ketika ada kiai dari Jawa Tengah, berkunjung dan sowan kepada Kiai Hamid Pasuruan, setelah sowan dan bermaksud pamit akan pulang, Kiai Hamid menitipkan salam ke kiai tadi untuk disampaikan kepada seorang gelandangan yang biasanya menempati perempatan di Pasar Kendal. Setelah pulang, Kiai tadi akhirnya bertemu dengan gelandangan yang dimaksud, disampaikanlah salam dari Kiai Hamid tadi. Kontan saja si gelandangan tadi langsung marah-marah dan berkata keras, “Hamid iku yo’opo, aku sengaja menyamar puluhan tahun kok, malah diumum-umumkan, kalau begitu caranya lebih baik aku mati saja”, saat itu juga orang yang biasa disebut “gelandangan” ini langsung mati ditempat seketika itu juga. Kesimpulannya, apakah ia disebut gelandangan atau bukan? Gelandangan itu kan perjanjian orang banyak mengenai suatu keadaan yang disebut gelandangan. Padahal ada banyak Waliyullah yang diperintah Allah untuk menyamar menjadi gelandangan.Kamu pikir Allah membuat kehidupan yang begini saja, ada beribu-ribu lapis dimensi kehidupan dengan teater dan skema keaktoran yang bermacam-macam yang kamu tidak mengerti takarannya. Maka bekal orang hidup adalah rendah hati bahwa sangat banyak yang tidak kamu ketahui dibanding yang kamu tahu”, tegas Cak Nun.

Merespon pertanyaan dari salah seorang jamaah mengenai “ciuman tanpa kepentingan” yang sempat disampaikan diawal, Cak Nun menjelaskan, “Hidup yang penting itu apa, fisiknya, ruhnya, muatannya atau apa? Maka ketika Anda sudah tua, istri anda juga sudah menua, Anda sudah tidak mendapatkan estetika dan kecantikan seperti 20 atau 30 tahun yang lalu, terus kepentinganmu apa ketika engkau tidur bersama istrimu? Maka kamu jangan mengabdi kepada istrimu, kamu jangan mengabdi kepada suamimu, kalian berdua mengabdi pada Allah-Mu, ketika engkau menyetubuhi istrimu bilang Ya Allah aku menggauli istriku karena aku rindu kepadaMu, karena aku rindu kepadaMU, ini untuk-Mu ya Allah. Karena kepentingan kita adalah hanya untuk Allah. Semua bahagia dan deritaku di dunia hanya untukMu ya Allah, tidak ada enak tidak ada tidak enak, semua kita lakukan Lillahi ta’ala.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.., wes engko bengi praktekno”, canda Cak Nun langsung disambut gemuruh jamaah.

Melanjutkan pembahasan yang tadi bahwa apapun yang datangnya dari Arab itu harus digarap, diramu dengan kebudayaan Jawa, bukan berarti Islam yang dijawakan, tapi aplikasikan dengan ramuan budaya meskipun ibadah mahdohnya sama, tapi ibadah muamalah nya beda. Misal budaya menyambut tamu, memuliakan orang tua di Arab dengan di Jawa itu beda. Ketika kita menghormati tamu demi mentaati Islam, yang kita bawa kesini bukan arabnya, tapi inti dari menghormati tamu itu kita cari dengan kebudayaan kita sendiri. Yang terjadi selama ini Arab tidak digarap, langsung diterapkan begitu saja, ditelan tanpa diracik, yang pinter ngaji ngenyek yang gak pinter ngaji, yang gak pinter ngaji cari alasan lain untuk ngeyek yang pinter ngaji. Di daerah Jawa Tengah kebanyakan orang melantunkan “alkamdulillahi rabbil ngaalamiin...” dinyek sama orang yang dari Jawa Timur yang bisa melafalkan huruf “Ain” dengan baik. Bilal, salah seorang sahabat yang sangat dicintai Rasulullah karena begitu kuat imannya, ketika ia adzan dan melantunkan “asyhadualla ilaaha illallaah..”, ia tidak bisa mengucapkan huruf “Syin”, lidahnya hanya bisa mengucapkan huruf “Sin”. Sahabat Nabi protes dengan keadaan itu. Nabi menjawab secara diplomatis, bahwa “Sin”-nya Bilal itu “Syin”. Singkat namun tegas. Sebagaimana dulu pernah kita membahas mengenai bunyi atau suara kokok ayam. Bagi orang Jawa,  kokok ayam disebut “kukuruyuk”, sementara “kukuruyuk”nya orang Sunda adalah “kokorongkong”, dan “kongkorongkong”-nya orang Madura adalah “Kukkurunnuk”.

Dengan cara diplomasi Rasulullah tadi, Cak Nun mengajak kita untuk mencari kearifan Rasulullah, kesantunannya, tingkat keilmuannya, silakan cari sebanyak-banyaknya, supaya kita mempunyai kearifan dan kesantunan, tidak gampang menghujat orang lain. Dulu ulama hanya berjumlah 9 orang yang kita kenal sebagai Walisongo, mengislamkan berjuta-juta orang. Sekarang Ulama-ulama pekerjaannya kebanyakan adalah mengeluarkan orang islam dari Islam. Kita lihat saat ini betapa seringnya ulama bilang “kafir itu”, “bid’ah itu”, “sesat itu, “halal darahnya itu”.
Mengenai fatwa “halal darahnya”, Cak Nun menanggapi secara retoris, kalau memang ada fatwa seperti itu sebaiknya segera bunuh saja, jika cuma sekedar berfatwa “halal darahnya” tapi tidak pernah dilaksanakan dengan membunuhnya, maka Allah akan Marah : "Kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan" (QS. Ash Shaff 61: 2-3).
"Maka kita mengharapkan dan merekomendasikan para Ulama yang memfatwkan kepada golongan orang-orang yang “halal darahnya” segeralah bunuh mereka, tak tunjukkan siapa saja yang halal darahnya itu, Kabeh kok dadi Gusti Allah”, sindir Cak Nun.

Disampaikan oleh Cak Nun, ada tingkatan-tingkatan “Takaran” yang harus diperhatikan :
  1. Tingkatan terendah yakni Walayathul Khowas, menyangkut dimensi pada wilayah fisik atau materi, atau bisa disebut ilmu katon. 
  2. Diatas khowas, ada Walayatul Hifdzi, menyangkut ilmu katon namun tidak terlihat, seperti halnya  RAM/memori. Kaitannya dengan masalah IT, komputer, teknologi digital, dsb.
  3. Walayatul Khoyal (hardware atau Khowas tadi dan Hifdz/software tadi disimulasikan, dianimasikan dengan khayalan imajinasi dan aspirasi otak dan rohani manusia. Industri atau kapitalisme mengabdi kepada Khowas/materi, termasuk juga wilayah Hifdzi, Wilayah Khoyal ternyata juga diabdian kepada khowas. Bahkan sekarang semua ke khowas, termasuk juga agama, Alqur’an, Kiai, Habib, Gus, semua mengabdi kepada khowas. Di tiga wilayah ini (Khowas, Hifdzi, Khoyal) kita sudah terbiasa kalah. Kebanyakan orang tidak punya kecenderungan untuk menguasai ditiga wilayah ini.
  4. Walayatul Fikr, wilayah filosofi dan pemikiran.
  5. Walayatul Fa'al, sebagai tingkatan paling atas/tertinggi.
Orang Jawa tidak mau dan tidak punya kecenderungan untuk berkecimpung ditiga wilayah ilmu katon ini, bagi orang Indonesia ilmu katon ini cuma dibuat mainan. Misal (untuk ilmu katon), “kamu kok pilih presiden SBY?”  Bagi orang Indonesia memilih SBY itu bukan peristiwa politik. “Kamu kok mau disogok 50 ribu rupiah menjual kedaulatan untuk milih bupati yang nyogok kamu?" Orang Indonesia tidak bisa menjelaskan, tapi yang terjadi pada mereka adalah mereka bukan menjual kedaulatan, mereka dapat uang 50 ribu rupiah diterima, suruh mencoblos ya nyoblos, tidak ada urusannya sama kedaulatan. Orang Indonesia itu kedaulatan opo iku gak mikir, pancasila itu benar enggak yo babbah, negara Indonesia itu ada atau tidak ada itu podo ae, pemerintahnya siapa saja gak ono bedane, Presiden ganti sehari empat kali yo monggo. Jadi tidak ada perisiwa politik, orang indonesia tidak punya keseriusan disitu.

“Orang Indonesia adalah penghuni di wilayah tertinggi, Walayatul Fa’al, mereka menunujukkan kehebatan tidak didalam pertandingan, tapi menunjukkan kehebatan dalam kehidupan. Kita tidak hebat dalam pertandingan, karena kehebatan kita itu otomatis kita langsungkan dalam kehidupan. Mereka tidak pernah ikut pertandingan balap F1, tapi kalau mau beneran balapan, silakan datang kesini untuk nyopir Bus di Pantura dengan Bus Sumber Kencono kalau berani?”, tantang Cak Nun.

Kalau misalkan berlangsung  perang secara resmi, kita tidak pernah bisa serius, tentara kita tidak punya peluru yang cukup untuk sekedar latihan. Tapi kalau tawur, siapa yang lebih berani dari kita? Kita adalah jagoannya. Dimana-mana tidak ada yang mempunyai budaya tawur seperti di negara kita, paling mentok tawur antara buruh melawan polisi. Kalau disini, sesama pengurus masjid, sesama Islam, sesama pelajar, sesama mahasiswa saja tawuran. “Tawur kan sahabat kita sehari-hari”, kata Cak Nun, “Anak SMA kok dilarang tawur, terus dikonkon lapo? Tawur adalah pertentangan yang tidak ditata. Apakah pertentangan antar Parpol itu tertata tidak secara ilmu dan sosiologi? Apakah pertentangan antara Anas dan SBY tertata tidak secara manajemen konstitusi kita? Sing gak tawur iku sopo? Semuanya tawur. Dalam beragama kita tawur, takarannya juga terkadang ngawur, dengan gampang menyesatkan orang lain”.

Ilmu yang diberlakukan di Indonesia itu adalah ilmunya orang-orang Amerika yang tidak punya pengalaman hidup seperti orang Indonesia, mereka tidak punya keberanian hidup sebagaimana keberanian orang-orang Indonesia. Mereka adalah orang yang tidak pernah hancur, sebagaimana kita hancur dan tidak hancur oleh kehancuran itu. Mereka adalah orang yang tidak berani kawin tanpa pekerjaan, sebagaimana anda kawin tanpa pekerjaan. Mereka tidak punya “bismillah” yang di Indonesia itu modal utama. Jadi Indonesia itu adalah champion of life. Kita itu penduduk dari Wilayatul Fa’al, berasal dari Fa’alul lima yurid, Allah itu Maha Bekerja, Maha Hidup dan Menghidupi, jadi orang indonesia adalah juara di dalam hidupnya. Kita bukan juara di turnamen-turnamen. Begitu juga ini acara Maiyahan seperti ini kan sebenarnya juara. Mana ada di seluruh dunia ada acara sampai jam 3 pagi, orang duduk tenang, ikhlas gembira. “Maka ini adalah intinya Indonesia, yang bahkan media koran-koran sekitar sini tidak kenal Anda. Karena Anda adalah Indonesianya Indonesia, yang paling Indonesia dari Indonesia, juara luar biasa”, tegas Cak Nun, “Kita ini juara dalam kehidupan, syaratnya satu, jangan mengungguli mereka, biarkan mereka merasa unggul, karena mereka memang tidak unggul, sehingga kita harus besarkan hatinya dengan berpura-pura menganggap mereka unggul. Anda melihat Indonesia yang harus anda tolong, harus Anda sayangi, Harus Anda besarkan hatinya, Anda yang akan memandu mereka,  memimpin, menyelamatkan mereka semua”.

Takeran Ilmu Kesehatan

Hadir juga sebagai nara sumber malam ini adalah dr. Ananto, sebagai seorang dokter beliau menanggapi uraian tadi dengan mengatakan bahwa “takeran” dalam ilmu kedokteran itu disebut dosis, maka untuk tahu dosis dibutuhkan kajian yang cukup mendalam. Seperti halnya dosis 3x1 itu sebetulnya berlaku untuk orang yang berat badannya 60 kg. Untuk orang yang berat badannya diatas 60 kg dosisnya tentu beda lagi. “Karena tiap orang berbeda, maka saya harus berhati-hati dengan dosis/takeran di masa mendatang.Ternyata untuk raga pun butuh takaran yang pas. Dan setiap orang berbeda satu sama lain” jelas pak dokter.

Cak Nun menambahi apa yang disampaikan dr. Ananto tadi dan berharap nantinya akan ada hal yang perlu disalahkan atau dibenarkan. Dalam pemahaman post modern, sesudah memuncaknya ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran, filosofi dasar ilmu kesehatan bahwa dokter adalah setiap orang atas dirinya sendiri. Dokter secara resmi, adalah asisten setiap orang yang diminta konsultasi mengenai beberapa hal. Tapi yang menakar dirinya adalah setiap orang itu sendiri, karena dokter itu dzonni, menduga-duga pada setiap orang. Dia tidak qoth’i atau pasti. Menurut Cak Nun, yang bisa qoth’i adalah diri kita sendiri, minum obat perlu tidaknya hanya kita sendiri yang tahu. Kedokteran secara ilmu itu cuma sekian persen, sementara dzonni-nya mungkin lebih besar. Maka dokter harus punya kerendahan hati dan kejujuran pada pasiennya, dan itu sulit kalau kedokteran sudah menjadi bagian dari walayatul khowas, menjadi bagian dari materialisme yang melahirkan kapitalisme dan industri. “Kalau kesehatan sudah menjadi industri, maka dokter akan menjadi alat industri yang memperbanyak orang sakit sehingga pendapatannya meningkat. Itu tidak terjadi kalau kedokteran itu adalah urusan moral. Mengobati orang itu cinta kasih dan moralitas antar sesama manusia. Bahwa yang diobati akan beterima kasih, itu soal moral yang lain yang mengakibatkan penambahan ekonomi bagi si dokter”, jelas Cak Nun.

Cak Nun menceritakan, menurut dokter yang pernah memeriksanya, secara resmi sebenarnya Cak Nun telah terjangkit kolesterol tinggi. Cak Nun bertanya pada dr. Ananto, gejala kolesterol tinggi itu seperti apa? Dokter Ananto menjawab, orang dengan kolesterol tinggi itu biasanya mempunyai badan yang cepet capek, tidak fit, ada beberapa sedikit rasa nyeri. Cak Nun menanggapi, berarti kolesterolnya agak aneh, malah sehat bener, gak penah ngantuk, gak pernah capek, menempuh perjalanan naik bus 13 jam tidak ada masalah, hampir tiap malem Maiyahan sampai menjelang pagi tidak ada masalah. “Iki kolesterol cap opo ngene iki”, kata Cak Nun dengan nada heran. “Saya cuma ingin mengatakan kepada anda semua, Yuk kita menjadi dokter bagi diri sendiri. Jangan main-main dengan takerannya hidup, Allah memberi contoh air zam-zam. Air biasa tapi diperkenankan dan diperintah Allah untuk menyembuhkan orang yang meminumnya sesuai dengan yang diinginkannnya. Manusia khalifahnya, obat adalah karyawannya, meskipun juga jangan sampai ngawur. Tetep dalam takeran yang rasionalitas, dan anda harus rasional pada diri anda, tidak boleh ada sedikit aus pada dirimu, jangan sampai dirimu mengalami proses perapuhan, ini yang terjadi pada manusia modern. Jangan sampai rapuh, yang pertama rapuh pikiranmu, kalau sudah pikiranmu rapuh, maka rapuh juga hatimu, sel-selmu rapuh, adrenalinmu tidak muncul, semangat dan gairahmu tidak muncul, maka kamu akan mengalami perapuhan jasad”, jelas Cak Nun, “Pak dokter ini bener apa tidak?”, tanya cak Nun pada dr. Ananto, beliau menjawab, “Insya Allah benar Cak, sami’na waatho’na”.

Pak Toto Rahardjo merangkum semua yang dibahas dengan menambahkan catatan penting bahwa diluar takaran yang baik itu, selalu terjadi dominasi. Sejak dari tahap yang paling bawah, materi, memori imajinasi, tahap-tahap ini sangat didominasi oleh peradaban materi.

Di akhir pembahasan Cak Nun mengingatkan khusus untuk Jamaah Maiyah untuk setidaknya mengingat-ingat urutan judul tulisan beliau yang baru-baru ini muncul di media cetak, yakni  secara berurutan : “Allah 2014”, “Nasionalisasi Indonesia”, “Presiden”, “Para Kekasih Iblis”, dan selanjutnya yang akan segera terbit adalah “Persemakmuran Nusantara”. Silakan dipikir sendiri, direnungkan, tidak perlu dibaca isinya secara keseluruhan, kenapa urut-urutannya bisa seperti itu, semoga bisa dipahami maksudnya.

Sebelum melantunkan sholawat bersama-sama, Cak Nun mengingatkan teman-teman yang beragama selain Islam, mohon percaya dan yakin untuk merasa aman kepada kita sebagai  orang Islam, kalau kita melakukan ini, berarti ini adalah ekspresi dari ideologi rahmatal lil alamin, saling menyelamatkan satu sama lain, dan tidak saling menghakimi yang Allah sendiri punya hak menghakimi  kita. Cak Nun mengutip pernyataan Gus Dur, bahwa “NU itu adalah Syiah tanpa Imamah". Jadi kalau ada yang khawatir akan ada eksport revolusi syiah di Indonesia itu, saya yakin itu tidak akan terjadi mergo wong Jowo tidak mungkin punya Imamah. Mesti imamme diapusi sama makmumnya, wong Jowo sanggup memimpin dirinya sendiri sehingga tidak perlu imamah seperti halnya di Iran, wong Jowo sangat mandiri.

Informasi kedua, bulan depan kita harapkan sudah bisa melahirkan satu tradisi baru tanpa menafikan tradisi yang sudah ada, yakni sholawat maulid untuk puji-pujian ulang tahun Kanjeng Nabi SAW. “Kita akan bikin sholawat Maulidin Nur, yang kita sholawati adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad adalah makhluk Allah yang pertama, yang kemudian ditugasi Allah untuk menjadi A menjadi B, menjadi C, salah satu episodenya Nur ini ditugasi, dikasih casting untuk menjadi Muhammad bin Abdullah yang berlaku hanya 63 tahun. Padahal Allah menciptakan waktu sangat panjang, dan saat ini Rasulullah sedang bertugas di tempat lain, di planet lain, di galaksi lain, tidak sebagai Muhammad bin Abdullah, tapi dengan tata cara dan budaya di sana. Rasulullah tidak pernah berhenti bertugas, Rasulullah bukan meninggal pada tanggal 12 Rabiul Awal sebagaimana yang kita tahu.Yang dimaksud Rasullulah meninggal adalah berakhirnya penugasan Nur Muhammad sebagai Muhammad bin Abdullah dimuka bumi, setelah itu dan sebelumya, Rasulullah sudah dan akan bertugas di tempat lain karena Allah menciptakan alam semesta yang sangat luas dengan makhluk-Nya yang bermacam-macam. Makhluk yang diciptakan pertama kali adalah Nur Muhammad dan karena Allah bahagia menciptakan Nur Muhammad ini maka Allah kemudian menciptakan seluruh jagat raya alam semesta dan makhluk-makhluk berikutnya. Nanti mungkin akan ada perkembangan dunia sholawat yang luar biasa di Indonesia dan itu tidak dilakukan oleh masyarakat Islam di dunia manapun. Mudah-mudahan ini merupakan tanda bahwa umat Islam di Indonesia dititipi Allah kebangkitan Islam di masa yang akan datang. Kebangkitan Islam bukan kebangkitan yang menindas umat lain, tapi yang mengayomi umat lain ”Kita akan menciptkan tradisi sholawat Maulidun Nur, bukan untuk menyaingi siapa-siapa, ini Mamayu Hayuning Bawono, menambah keindahan Islam, manambah keindahan kehidupan.

Terakhir pesan Cak Nun, “Seluruh pembicaraan mengenai Takeran ini terletak pada fatwa utama Cak Fuad tadi malam di PadhangmBulan, bahwa Jamaah Miayah mulai hari ini mohon dengan sangat untuk lebih melakukan kehati-hatian dan pemikiran, penghitungan kembali ketika menyebut atau melakukan pemahaman terhadap sejumlah idiom atau istilah yang penting. Kalau kamu dengar kata kiai, pikirkan lagi, kiai itu apa, begitu juga kata ustadz silakan dipikir ulang ustadz itu harusnya bagaimana, siapa dia, tugasya apa, dari mana asal-usulnya, jangan gampang-gampang meng-ustadkan orang, jangan gampang-gampang tidak meng-ustadkan orang, begitu juga Gus, Kiai, Habib, Mursyid, Ulama, itu dipikir kembali. Kalau Cak tidak masalah. Tolong ambil jarak epistimologis dari setiap idiom-idiom yang saat ini sudah kehilangan takeran di masyarakat. Karena selama ini yang menciptakan takeran bukanlah orang yang berhak menciptakan takeran, misalnya siapa yang mengakui seseorang menjadi kiai atau bukan, seharusnya yang mengakui adalah umatnya. Siapakah yang mengijinkan seseorang menjadi imam, tidak lain adalah makmummya. Nah selama ini karena ada industrialisasi dan kapitalisme maka yang menentukan siapa ulama atau bukan itu bukan umat, tetapi pemerintah dan industri. Mudah-mudahan setelah pulang dari sini, anda bisa lebih cerdas, lebih santun, lebih lapang, sebisa mungkin hindari perdebatan, kalau perdebatan membawa manfaat silakan diteruskan, tapi kalau tidak hentikan saja”.

“Umur rata-rata orang Indonesia adalah seumuran anda, yakni 27,5 tahun, sehingga anda sebagai mayoritas penduduk Indonesia, dan anda adalah orang yang akan harus kerja keras setelah 2015, kerja keras dalam arti anda yang memimpin kematangan di Indonesia, yang akan menjadi tanah-tanah perdikan yang luar biasa makmurnya, membikin mercusuar untuk seluaruh dunia, dan Islamnya adalah Islam yang diidamkan-idamkan oleh semua manusia di dunia, adalah Islam yang diolah, digarap, dan diruwat oleh Islamnya Indonesia”.

Hasbnaaall wani’mal wakil, Ni’mal maula wani’man Nashiir.

artikel terkait : Belajar Takeran Rahmatan Lil ‘Alamin

Belajar Takeran Rahmatan Lil ‘Alamin

Tuesday, November 19, 2013

0 Maiyah - Mendirikan Indonesia


Kenduri Cinta 13 Juli 2012 berjudul "Mendirikan Indonesia"

Maiyah - Mendirikan Indonesia, Maiyah - Mendirikan Indonesia di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 19 November 2013. ( 5.0 )

Mendirikan Indonesia - Kenduri Cinta 13 Juli 2012

Maiyah - Mendirikan Indonesia, Pada acara Kenduri Cinta pada tanggal 13 Juli 2012 di Jakarta mengambil tema “MENDIRIKAN INDONESIA”. Menurut Sabrang (Noe) Vokalis band Letto di acara Kenduri Cinta bulan juni 2013, dia mengatakan bahwa masa depan yang paling layak untuk dilukis adalah Surga, Paradise dalam Bahasa Inggris-nya. Menggunakan othak athik gathuk, paradise diidentikan dengan frasa para_desa (desa-desa di tempat tinggi). Desa dimana orang-orangnya masih peduli sama tetangga, masih ada gotong royong, ada rempug desa untuk memikirkan masa depan bersama, menomor-satukan kebersamaan dan tidak gampang tega. Jadi untuk melukis surga/para_desa di akhirat,  Sabrang mengajak kita untuk melukis Desa disini dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dalam literatur arab desa  sering dikatakan sebagai Qoryah ( قرية ), dan penduduk nya disebut sebagaiahlul Quro (أهل القري) atau ummul Quro (أم القري). Dalam Al-Quran, Ummul Qura disebutkan sebagai gambaran orang-orang Quraisy Makkah. Makkah adalah pusat persaingan dagang dan transaksi komersial. Keadaan ini menjadikan Makkah sebagai pusat kapitalisme, hal ini akibat dari proses korporasi antar Klan yang menguasai dan memonopoli perdagangan kawasan Bizantium. Watak ekstrim kapitalis Quraisy yang mengakumulasikan kekayaan dan memutarnya demi keuntungan individu dan korporasi-nya melahirkan ketimpangan dan kesenjangan sosial di Makkah. Ini sangat kontras dengan gambaran desa, para_desa. Dan memang Makkah lebih sering disebut sebagai sebuah Kota ketimbang sebagai sebuah Desa.

Desa di sekitar lereng Merapi berada di tempat-tempat tinggi, berbeda dengan Makkah. Awalnya, warga desa tidak membolehkan siapapun dari luar daerah datang memasuki ujung desa setelah ‘musibah’ melanda. Orang-orang kota datang hanya berwisata, melihat-lihat bekas rumah-rumah mereka yang hancur, sisa-sisa batang pohon yang mengering hangus diterjang hawa panas. Desa yang luluh lantak digerus lahar, menyisakan puing puing terkubur pasir. Setiap orang yang menyaksikan itu seakan bertanya “Apakah kiamat pernah terjadi disini?” Merapi tidak menjawab, namun seiring waktu tumbuhlah harapan baru didalam dada warga bersama tunas tunas pohon yang menghijau. Mungkin kesedihan mereka telah lenyap oleh kesuburan tanah yang meningkat drastis pasca erupsi dan berkah berupa gundukan pasir-pasir merapi yang berkualitas tinggi yang melimpah, bagaikan panen raya. Dan mereka menjadi suatu kaum yang baru setelah menjalani proses kematian. Jika ditelususri, kata ‘Kaum’ seakar dengan kata ‘Kiamat’ yang berarti berdiri dan bangkit.

Dari ilustrasi-ilustrasi diatas, nampak bahwa desa tidaklah sekedar keberadaan georafis, penduduk, pemerintahan dan adanya pengakuan dari luar. Namun apa yang mendasarinya? Apa yang menjadi landasan_berdiri kehidupan sosialnya? Seperti halnya Negara, kalaulah faktor landasan_berdiri bernegara adalah politik, kita sudah tidak menemukan diri kita sendiri dalam sistem berpolitik di Indonesia. Melainkan didikte paksa dari luar diri kita sendiri, kita sadari atupun tidak. Padahal, berdiri adalah menjadi diri sendiri. Jika faktor landasan bernegara adalah budaya, budaya sudah sedemikian abu-abu, mana wujud budaya sendiri atau dari luar sudah tidak dapat dibedakan. Apalagi faktor ekonomi,  merupakan mimpi kosong jika mengatakan bahwa mampu bangkit berlandaskan ekonomi untuk kebangkitan negara. Kebangkitan ekonomi sekarang adalah berdirinya sebagian kecil warga diatas keterpurukan panjang sebagian besar warga lainnya. Apakah proses kiamat sedang berlangsung saat ini? Seperti halnya Al-Quran menggambarkan, bahwa ketika terjadinya Kiamat maka setiap orang tidak lagi memikirkan anak, saudara, teman dan kerabat, mereka hanya memikirkan nasib diri sendiri. Kalau dipakai kerangka ini maka wujud kehidupan sosial yang dilandasi kapitalisme adalah peristiwa menjelang kiamat besar itu.

Kesadaran terhadap keadaan sosial itu, mendorong individu-individu untuk dapat berhijrah. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah dengan berhijrah dari Makkah ke Yasrib(Madinah). Setelah mengalami penolakan keras dari Quraisy Makkah yang orientasi_hidupnya ekstrim kapitalis, di Yasrib justru Akhlaq Muhammad bin Abdullah kongkrit menjadi senyawa kehidupan sosial kaum Anshor dan Muhajirin. Sehingga terwujud hubungan individu dengan dirinya sendiri, indvidu dengan sesama, individu dengan keluarga, individu dengan komunitasnya dan seterusnya secara benar,baik dan indah di ‘Desa’ Madinah.

Hal menarik juga disampaikan oleh Yai Toto Raharjo dan Syech Nursamad pada KC Juni 2012, mengenai peristiwa Rasulullah SAW yang mengubah arah Kiblat (Al-Baqarah 142-144). “Perubahan kiblat itu – apakah Nabi Muhammad sudah punya sensitivitas politik atau apa? Bagi saya, orang perdesaan yang berusaha untuk selalu berjuang, perubahan kiblat merupakan peristiwa. Ini bisa juga menyangkut strategi, simbol, arah.” Bahwa saat ini peradaban berkiblat pada Barat dan Arab yang orientasi_hidupnya ekstrim kapitalis dalam berbagai bidang ideologi, politik dan ekonomi . Ini sangat jauh beda dengan Rosululloh SAW yang berorientasi_hidup  sejahtera, bahagia, saling menghormati dan hidup patut dalam ummatan wasathon, masyarakat penengah dalam bidang ideologi, politik dan ekonomi .

Tema terbesar Kenduri Cinta selama ini adalahMenegakkan Cinta Menuju Indonesia Mulia. Sebagaimana simpul-simpul Maiyah yang ada, cinta ditegakan bersama-sama tidak sekedar pada saat acara bulanan berlangsung, namun Orang-orang Maiyah senantiasa menegakkan cinta pada kehidupan kesehariannya, dalam keluarga, bertetangga, lingkungan kerja dan juga dalam hidup berbangsa. 12 tahun perjalanan KC, bukan suatu kurun yang pendek bagi sebuah komunitas non-profit oriented. Sesuai tema besar, Menegakkan Cinta bagi KC adalah gerakan Maiyah, dan Menuju Indonesia Mulia dapat dikatakan sementara ini sebagai kiblat-nya, meskipun itu semua tidak dianggap apapun oleh Indonesia.

 ……“Wahai Indonesia, kamu tidak usah menghisabku, karena aku juga tidak menghisabmu. Kamu tidak usah menghitung Kenduri Cinta, karena bagi Kenduri Cinta, kamu juga juga tidak terhitung sama sekali. Karena ada sesuatu yang lebih besar yang akan terjadi. Dimana Indonesia hanya menjadi bagian kecil dari pengembaraan jauh dan besar itu.”……. (Muhammad Ainun Nadjib, KCApril2012)

Pada KC 13 Juli 2012, dengan tema “MENDIRIKAN INDONESIA”, Indonesia disini bukan sekedar Negara, Indonesia bukan sekedar pengakuan wilayah geografis, adanya penduduk dan pemerintahan. Indonesia disini termasuk bangsa, bahasa, tanah-air disertai dengan rentetan sejarah panjang orientasi kehidupan sosial dan cita-cita pendiri(penduduk?)-nya.

 …….Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong - royong“
Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong - royong!
Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!....... ( Ir.Soekaro, 1 Juni 1945)

MENDIRIKAN dapat dimaknai sebagai menDIRIkan, Mendirikan atau men-dirikan. KC memilih tema ini supaya kita yang selama ini enak duduk sudi beranjak berdiri. Mungkin kita yang lupa istilah gotong-royong dapat ingat lagi, syukur mau gotong-royong. Kalaupun Indonesia malah gak mau gotong-royong, atau justru makin seneng saling mengkalahkan. Ya kita-kita saja yang gotong royong, meskipun tanpa istilah gotong royong.


artikel terkait Kenduri Cinta 

Maiyah - Mendirikan Indonesia

Monday, November 18, 2013

0 Maiyah - Thomas Alfa Edison

Maiyah - Thomas Alfa Edison

Maiyah - Thomas Alfa Edison, Maiyah - Thomas Alfa Edison di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 18 November 2013. ( 5.0 )


http://mocopatsyafaat.blogspot.com/2013/11/maiyah-ruang-lingkup-maiyah.html


Maiyah - Thomas Alfa Edison, Pada masa kecilnya, Edison adalah anak dengan rasa keingin-tahuan yang tinggi. Namun dia adalah seorang pelajar yang tidak baik karena pikirannya sering melamun. Anak bungsu 7 bersaudara ini, dianggap "otak udang" oleh guru sekolahnya. Ketika ibunya tahu, ia sangat marah dan menariknya untuk keluar sekolah. Pada saat itu, Edison baru bersekolah selama 3 bulan. Setelah itu, ibu Edison sendiri yang mengajarinya di rumah. 

Pada saat Edison beranjak 9 tahun, ibunya memberikan buku ilmiah tingkat sekolah dasar kepadanya. Buku itu adalah mengenai bagaimana melakukan eksperimen kimia di rumah. Edison terpancing: ia melakukan beberapa eksperi­men dari buku itu dan menghabiskan uangnya untuk membeli bahan - bahan kimia. 

Pada saat berusia 10 tahun, Edison membangun lab pertamanya di kamar bawah tanah rumahnya. Biasanya ayahnya akan "menyuapnya" dengan sedikit uang agar Edison meninggalkan basement dan pergi membaca buku. Edison tentu saja menurut, tetapi ia juga menggunakan uang "suapan" ayahnya itu untuk membeli bahan - bahan kimia untuk eksperimennya. 

Pada saat berumur 12 tahun, Edison mulai kehilangan pendengarannya. Ada yang mengatakan bahwa ada konduktor kereta api yang memukul telinganya ketika ia menyalakan api pada saat sedang bereksperimen di gerbong barang. Menurut Edison, ia terluka ketika konduktor tersebut menariknya ke kereta yang bergerak dengan menarik kupingnya. Ada juga yang mengatakan penyebab gangguan pendengarannya itu adalah karena demam yang didapatnya semasa kecil. Namun juga sangat memungkinkan bahwa ia tuli karena faktor genetik, ayah dan salah seorang kakak Edison juga tuli. 

Tetapi satu hal yang pasti; Edison menyukai keadaanya (secara teknis dia tidak tuli total, tetapi sulit untuk mendengar). la mengatakan bahwa keadaannya itu membuatnya lebih dapat berkonsentrasi pada eksperimennya. Dan satu hal lagi: Edison memang memiliki lab di dalam gerbong kereta api yang akhirnya terbakar! Edison yang saat itu berusia 12 tahun kemudian bekerja dengan menjual koran dan permen. Dia membuat lab untuk eksperimen kimia dan percetakan di dalam bagasi mobil, dimana ia mempu-blikasikan Grand Trunk Herald, koran pertama yang dipublikasikan di atas kereta. 

Di usia 14 tahun, Edison menyelamatkan Jimmie MacKenzie yang berumur 3 tahun dari gerbong kereta api yang sedang melaju cepat. Ayah Jimmie, agen stasiun bernama JU MacKenzie sangat berterima kasih sehingga dia mengajarkan Edison cara menggunakan mesin telegraph. Setelah itu Edison menjadi operator telegraph untuk Western Union. Dia meminta bekerja shift malam agar dia masih memiliki waktu untuk melakukan eksperimen. Suatu hari ia tidak sengaja menumpahkan asam sulfur ketika sedang melakukan eksperimen dengan baterai. Cairan asam tersebut menembus lantai kayu dan sampai di meja atasannya di lantai bawah. Keesokan harinya, Edison dipecat. 

Pada tahun 1869, Edison di usianya yang ke 22, mendapatkan paten pertamanya untuk mesin perekam suara telegrafik {telegraphic vote-recording machine) untuk badan legislatif. Pada saat rekan bisnisnya membawa penemuan tersebut ke Washington DC, ketua komite yang tidak terkesan dengan kecepatan alat itu melakukan rekaman mengatakan "apabila ada penemuan yang tidak kita inginkan di muka bumi ini, inilah penemuan itu." Sejak saat itu Edison memutuskan ia hanya akan menciptakan penemuan yang dapat dijual. 

Pada Natal tahun 1871, di usianya yang ke 24 Edison menikahi pegawainya, Mary Stilwell (16 tahun) setelah 2 bulan berkenalan. Pada bulan Februari Edison gusar akan ketidak mampuan istrinya untuk menciptakan sesuatu. la kemudian menulis di atas buku hariannya "Mary Edison istriku tercinta tidak mampu menciptakan sesuatu apapun yang bernilai!" Mary melahirkan 3 orang anak, Edison memberikan panggilan "Dot" dan "Dash" untuk anak pertama dan keduanya (kemungkinan diambil dari sandi mere)

Dua tahun setelah Mary meninggal, Edison J menikahi Mina Miller yang saat itu berusia 201 tahun. Kisah pertemuannya sangat menarik setelah kematian Mary, Edison sering pergi kej Boston dan tinggal di rumah temannya, Mr. dan Mrs. Gilliards. Keluarga Gilliards berusahai mengenalkan Edison kepada beberapa orang! gadis. Namun dengan penampilannya yang setengah tuli, mata yang melotot, nafas bau dan ketombean yang selalu mendekatkan wajahnya kepada gadis - gadis itu agar ia bisa mendengar suaranya dengan jelas, seluruh gadis itu lari ketakutan!   Suatu   hari   keluarga   Gilliards memperkenalkan Edison kepada Mina Miller. Edison langsung jatuh hati. Menurut kebijakan 1911 mengenai perusahaan asuransi jiwa di New York, Edison memiliki; lima titik yang ditato di iengan kanannya. Tidak. ada yang tau apa maksud tato tersebut. Yang cukup menarik, Edison mendapatkan penghargaan atas penemuan mesin tato yang pertama. 

Setelah Wilhelm Conrad Rontgen menemukan X-ray pada tahun 1895, Edison mengarahkan karyawannya, seorang bernama Clarence Dally untuk mengembangkan fluoroscope. Alat, tersebut merupakan sebuah sukses yang akhirnya digunakan dalam rumah sakit hari ini. Saat itu X-ray tidak diketahui berbahaya dan Clarence memiliki kebiasaan untuk melakukan tes pada tangannya. Pada tahun 1900, ia memiliki luka yang tidak dapat disembuhkan, sehingga tangannya hams diamputasi. Kondisi Clarence semakin memburuk setelah kedua tangannya diamputasi, dan akhirnya ia meninggal karena kangker. 

Pada 1887, ia memulai proyek yang di kemu­dian hari menjadi kegagalan besar. la mengusulkan sebuah ide untuk menyaring besi dari logam berkualitas rendah yang langsung saja ditertawakan orang sebagai "kebodohan Edison." Edison yang keras kepala kemudian menginvestasikan uangnya sendiri untuk membangun sebuah pabrik dan desa untuk melakukan hal ini, tetapi beberapa tahun kemudian ia menyadari bahwa menambang bijih besi dapat dilakukan dengan biaya yang jauh lebih kecil.

Jadi, dengan seluruh peralatan berat yang tersisa dari kegagalannya, Edison memutuskan untuk masuk ke bisnis semen, la menemukan bahwa ia dapat membentuk semen menjadi berbagai bentuk dan berpendapat bahwa ia dapat membangun sebuah rumah dengan menuang semen ke dalam sebuah bentuk raksasa.

Sumber: Buletin mocopat syafaat 

Sunday, November 17, 2013

0 Maiyah - Ikrar Maiyah

Maiyah - Ikrar Maiyah

Maiyah - Ikrar Maiyah, Maiyah - Ikrar Maiyah di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 17 November 2013. ( 5.0 )

http://mocopatsyafaat.blogspot.com/2013/11/maiyah-ruang-lingkup-maiyah.html 

Maiyah - Ikrar Maiyah, Berikut ini merupakan ikrar maiyah
  1. Agar supaya kita saling menjamin, bahwa di dalam lingkaran kita tidak ada kotoran -kotoran batin, kepalsuan niat, kecurangan fikiran, atau apapun yang membuat Muhammad menitikkan air mata dan membuat Alloh mengurangi atau bahkan membatalkan kasih sayangnya kepada kita.
  2. Agar supaya perjalanan hijrah demi hijrah kita tidak disesatkan oleh arus masyarakat, oleh Alloh atau oleh diri kita sendiri.
  3. Agar supaya perjalanan jihad kita tidak disertai oleh dendam dan ketakaburan.
  4. Agar supaya perjalanan ijtihad kita tidak dizalimi oleh makhluk apapun, serta tidak mezalimi diri sendiri.
  5. Agar perjalanan mujahadah kita dianugerahi bekal iman dan istiqomah, bekal kekuatan dan muthmainnah, bekal penghidupan yang barokah, pintu rejeki yang membuka lebar-lebar atas perjuangan kita, pintu kegembiraan, keasyikan uluhiyah, serta perlindungan dari Quwatihi wa haulih
  Maka:
  • Kami berkumpul melingkar menghadap-Mu dan memunggungi dunia
  • Kami berkumpul melingkar menunrpahkan cinta kepada-Mu, karena telah dilukai hati kami oleh cinta dunia, negara serta golongan-golongan manusia.
  • Kami berkumpul melingkar menyanyikan lagu-lagu untuk kekasih-Mu karena ummat manusia lebih menyukai kepalsuan
  • Kami berkumpul menciptakan lingkaran kebersamaan antara harnba-hamba yang dilemahkan oleh pelaku-pelaku kekuasaan dan keuangan.
  • Kami berkumpul merapatkan lingkaran kebersamaan antara hamba-hamba yang dilalimi oleh kebohongan dan kemunafikan kaum mutakabbirun.
  • Kami berkumpul memadatkan kesatuan antara hamba-hamba yang diremehkan dan kini mengerti bahwa diremehkan. Antara hamba-hamba yang ditindas dan kini mengerti bahwa ditindas, antan hamba-hamba yang direndahkan dan kini mengerti bahwa direndahkan, antara hamba-hamba yang dibuang dan kini mengerti bahwa dibuang.
  • Kami berkumpul menghidupi lingkaran kesadaran, kepahaman dan kemengertian akan dusta dan kebohongan dunia.
  • Kami berkumpul membangkitkan pengetahuan dan ilmu bahwa kami dibodohkan, difitnah, dimusnahkan, dan dibunuh sebelum kematian.
  • Kami berkumpul menebar jaring lingkaran para pecinta-Mu, para pecinta kekasih-Mu, para pecinta kesejatian, para pecinta kebenaran yang sungguh-sungguh kebenaran, para pecinta cinta yang benar-benar cinta
  • Kami berkumpul melingkar bersholawat bersama-Mu serta bersama para malaikat-Mu untuk manusia agung pilihan-Mu, Muhammad Saw.
  • Kami berkumpul merangkai lingkaran ma'iyyatul hubbi, ma'iyyatul haqqi, fii ma' iyyatillahi'jalla jalalah

Tulisan diatas adalah Ikrar Maiyah semoga bermanfaat..

Saturday, November 16, 2013

0 Maiyah - Ruang Lingkup Maiyah

Maiyah - Ruang Lingkup Maiyah

Maiyah - Ruang Lingkup Maiyah, Maiyah - Ruang Lingkup Maiyah di blog Maiyah ini diposting oleh Horiq Sobarqah 16 November 2013. ( 5.0 )


http://mocopatsyafaat.blogspot.com/2013/11/maiyah-ruang-lingkup-maiyah.html

Maiyah - Ruang Lingkup Maiyah, Maiyah (Kebersamaan) dengan Alloh dan Rosululloh berarti :

     Bermaiyah :
  • Kepada Alloh
  • Kepada Rosululloh
  • Kepada Aulia & Ulama
  • Kepada diri sendiri
  • Kepada sesama Jamaah Maiyah
  • Kepada sesama Kaum Muslimin
  • Kepada sesama saudara sebangsa
  • Kepada sesama ummat manusia
  • Kepada negara dan pejabat
  • Kepada alam/bumi/tanah air
     Bermaiyah :
  • Mental (nafsiayah)
  • Moral (khuluqiyah)
  • Intelektual ('aqliyah)
  • Spiritual (ruhaniayah)
     Bermaiyah :
  • Bidang kemanusiaan
  • Bidang sosial budaya
  • Bidang ekonomi
  • Bidang politik dan negara

Thursday, May 23, 2013

0 Tidak Usah Memperhatikan Istri Tetangga Sexi atau Tidak




cak nun.Dalam suatu forum saya bertanya"Apakah anda punya tetangga?".
Dijawab serentak "Tentu punya"
"Punya istri enggak tetangga Anda?"
"Ya, punya doooong"
"Pernah lihat kaki istri tetangga Anda itu?"
"Secara khusus, tak pernah melihat " kata hadirin di forum
"Jari-jari kakinya lima atau tujuh? "
"Tidak pernah memperhatikan"
"Body-nya sexy enggak?" Hadirin tertawa lepas.

Dan saya lanjutkan tanpa menunggu jawaban mereka "Sexy atau tidak bukan urusan kita, kan? Tidak usah kita perhatikan, tak usah kita amati, tak usah kita dialogkan, diskusikan atau perdebatkan. Biarin saja".

Keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati.

Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa Islam itu benar, ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang Islam, agama lain itu salah. Justru berdasar itulah maka ia menjadi orang Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.

Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena Bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter, umpamanya.

Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya.

0 MBOK NGGAK USAH ADA NERAKA …..




Setiap calon santri di padepokan Sang Sunan, di test dulu bagaimana ia membaca kalimat Syahadat. Dan Saridin memiliki lafal dan caranya sendiri dalam bersyahadat. Suatu cara yang Gus Dur saja pasti tidak berani melakukannya, minimal karena badan Gus dur terlalu subur—sementara Saridin adalah lelaki yang atletis dan seorang pendekar silat yang mumpuni.Tapi sebelum hal itu diceritakan, karena Saridin kawatir Anda kaget lantas darah tinggi anda kambuh, maka harus diterangkan dulu beberapa hal mendasar yang menyangkut hubungan antara Tuhan dengan humor.

Sejak mulai akil balig, Saridin secara naluriah maupun perlahan-lahan secara rasional memutuskan untuk melihat dan memperlukan kehidupan ini sebagai sesuatu yang sangat bersungguh-sungguh namun ia menjalininya dengan urat saraf yang santai dan dengan kesiapan humor yang setinggi-tingginya.Soalnya, diam-diam, jauh di dalam lubuk hatinya, Saridin yakin bahwa Tuhan sendiri sesungguhnya adalah Maha Dzat yang penuh humor….

Memang belum tentu benar, belum tentu baik dan arif, untuk menyebut bahwa Tuhan itu Maha (Peng-atau Pe-) Humor. Di antara 99 asma dan watak-Nya, tidak terdapat nama Maha Humor. Tapi kalau misalya di satu pihak Tuhan itu Maha Penyayang dan di lain pihak Ia Maha Penyiksa, atau di satu sisi Ia Maha Pengasih dan di sisi lain Ia Maha Penghukum, atau di satu dimensi Ia Maha Penabur rejeki – terpaksa kadang-kadang kita menganggap itu suatu jenis humor.

Paling tidak supaya kepala kita tidak pusing.Ada sih penjelasan kontekstualnya. Tuhan mengasihi atau menyiksa hamba-hamba-Nya menurut konteks dan posisi nilai yang memang relevan untuk itu. Tuhan mungkin mengasihi siapa saja meskipun mereka mbalelo kepada-Nya:

Tuhan tetap memelihara napas para maling, Tuhan tidak menyembunyikan matahari dari para perampok, Tuhan tidak menghapus ilmu dari otak pada koruptor.Tapi tidak mungkin Tuhan menyiksa orang yang patuh kepada-Nya. Tuhan tidak mungkin menghukum orang yang tak punya kesalahan kepada-Nya. Kalau Tuhan menahan rejeki orang yang taat kepadanya, maka penahanan rejeki itu mungkin merupakan suatu jenis rejeki tertentu yang merupakan metoda agar orang tersebut menghayatinya dan memperoleh nilai lain yang lebih tinggi.

Atau kalau seseorang yang baik kepada Tuhan tapi lantas diberi kemiskinan atau penderitaan, tentu yang terjadi adalah satu di antara tiga kemungkinan.Pertama, itu teguran. Alhamdulilah dong kalau Tuhan berkenan mengkritik kita. Artinya. Itu artinya kita punya kans untuk menjadi lebih baik. Kedua, itu ujian. Juga alhamdulillah, karena hanya orang yang disediakan kenaikan pangkat saja yang boleh ikut ujian. Dan ketiga, itu hukuman. Ini lebih alhamdulillah lagi, karena manusia selalu membutuhkan pembersihan diri, memerlukan proses pensucian dan kelahiran kembali.

Jadi menurut Saridin jelas, bahwa bagi mata pandang manusia, ide-ide pencipataan yang Ia paparkan pada alam semesta dan kehidupan, banyak sekali mengandung hal-hal yang kita rasakan sebagai ‘humor’.Bukan hanya ketika kita melihat perilaku monyet, umpamanya—yang membuat Saridin berpikir. “Ah, ini yang bikin tentu Dzat yang maha pencipta humor, atau sekurang-kurangnya pencipta monyet adalah Intertainer Agung bagi jiwa dahaga manusia.”
Soalnya kelakuan monyet ‘kan mirip-mirip Anda….

Juga Anda mengalami sendiri betapa banyaknya hal-hal yang lucu di muka bumi ini, bahkan juga mungkin di luar bumi. Saridin sendiri amat sering tertawa riang atau tertawa kecut kalau melihat atau mengalami kehendak-kehendak Tuhan tertentu. Umpamanya tatkala Adam tinggal di sorga, Tuhan sengaja bikin pohon khuldi, tapi dilarangnya Adam menyentuh.

Tapi pada saat yang sama, ia ciptakan Iblis untuk menggoda agar Adam melanggar larangan itu –dan akhirnya terjadi benar.Sehingga beliau beserta istri terlempar ke muka bumi, dan kita semua terpaksa menjumpai diri kita juga tidak lagi di sorga, melainkan di bumi. Itupun bumi yang sudah di kapling-kapling oleh konsep adanya negara. Oleh adanya organisasi pemerintahan yang kerjanya memerintah dan melarang seperti Tuhan. Kalau Tuhan sih memang berhak seratus persen memerintah dan melarang karena memang Ia yang menciptakan kita dan semua alam ini, serta yang menyediakan hamparan rejeki dan menjamin hidup manusia.Tapi pemerintah ‘kan nyuruh kita cari makan sendiri-sendiri. Kalau kita kelaparan atau dikubur hutang, kita tidak bisa mengeluh kepeda pemerintah. Hubungan kita dengan pemerintah hanya bahwa kita semua berada di bawah kekuasaannya tanpa ada jaminan bahwa kalau kita mati kelaparan lantas mereka akan menangisi kita dan menyesali kematian itu. Semakin banyak di antara kita yang mati, secara tidak langsung program KB akan semakin sukses.

Soal ini memang tergolong paling lucu di dunia. Kalau di negara sosialis dulu, rakyat dijamin kesejahteraannya meskipun minimal, namun sama rata sama rasa – dengan catatan tidak boleh mbacot, tidak boleh membantah, alias tidak ada demokrasi. Kalau di negeri kapitalis, setiap orang memiliki hak bicara. Hak ngumpul dan berserikat. tapi dengan syarat harus cari makan sendiri-sendiri, harus mandiri dan berani bersaing, berani jadi gelandangan kalau kalah.

Lha Anda adalah rakyat yang hidup di negeri yang mengharmonisasikan dua keistimewaan dari negeri sosialis dan negeri kapitalis. Anda tida usah banyak bicara, tak usah membantah, tak perlu protes-protes karena toh makan dan kesejahteraan hidup Anda harus Anda jamin sendiri ….Departemen Sosial, Polsek, Babinsa, Koramil, Majlis Ulama, ICMI, PCPP, YKPK, PNI-baru maupun Neo-Masyumi, tidak menjamin bahwa Anda beserta keluarga akan tidak sampai kelapran.

Bahkan pada saat-saat kita tidak paham pada takdirnya yang menimpa kita, dan itu mungkin menyedihkan, demi supaya kita tetap survive secara psikologis –seringkali kita anggap saja itu semua adalah Humor dari yang Maha Kuasa.Misalnya saja soal Pak Adam di sorga itu. Kalau kita boleh bermanja kepada Tuhan, mbok ya biarkan saja beliau menghuni surga, Mbok ya Tuhan ndak usah menciptakan Setan, Iblis dan sebangsanya itu .

Mbok ya langsung saja manusia yang merupakan hasil ciptaan terbaik ini ditakdirkan saja untuk menghuni sorga, sehingga Tuhan tak usah juga bikin neraka.Soalnya gara-gara Iblis menang sukses dalam menggoda Adam, lantas di dalam perkembangan peradaban dunia maupun pembangunan kebudayaan nasional—Setan dan Iblis malah mendapatkan peluang yang besar untuk menjadi idola.

Dalam praktek-praktek kehidupan politik, dalam mekanisme perekonomian dan dunia bisnis, dalam soal-soal pembebasan tanah, soal kebebasan asasi manusia dan lain sebagainya—setan banyak menjadi wacana utama. Para penguasa tertentu dan pemegang modal dasar tertentu, banyak memperlakukan Iblis sebagai mitra-kerja, dengan alasan: “Halah, wong Pak Adam saja juga kalah waktu digoda oleh Iblis kok…..”

Itulah sebabnya Saridin, ketika diperintah oleh Sunan Kudus untuk bersyahadat, memutuskan utnuk menempuh suatu cara yang membuktikan bahwa ia bukan saja tidak takut melawan Iblis dan Setan—Saridin bahkan membuktikan bahwa ia tak takut mati. Saridin membuktikan bahwa Saridin lebih besar dibanding kematian.
 

MAIYAH MOCOPAT SYAFAAT Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates